BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID – Dibandingkan sejumlah klub sepak bola Jerman lainnya, nama FC St. Pauli mungkin tidak banyak dikenal. Namun, klub yang berbasis di Kota Hamburg ini bukanlah klub sepak bola yang biasa-biasa saja.
Tak sekadar mengikuti kompetisi, St. Pauli menyatukan sepak bola, musik, dan gerakan sosial. Seperti apa kisahnya?
FC St. Pauli memiliki nama resmi lain, Fußball-Club St Pauli von 1910 e.V., yang berlaga di liga kasta kedua Jerman, Bundesliga.
Klub ini didirikan pada 15 Mei 1910 di Hamburg, sebuah kota pelabuhan yang dipenuhi kelas pekerja.
Selain sepak bola, St. Pauli juga mempunyai tim olahraga lainnya, seperti rugby, baseball, dan catur.
St. Pauli bermarkas di Stadion Millerntor yang mempunyai kapasitas 29.500 penonton. Di kota yang sama, St. Pauli memiliki rivalitas kental dengan Hamburger SV.
Sepanjang sejarahnya, klub ini belum pernah memenangkan satu trofi pun. Namun, ada sejumlah hal lain di luar sepak bola yang membuat St. Pauli memiliki reputasi di dunia.
Lambang dan Identitas St.Pauli

Selain lambang resmi untuk tiap pertandingan, FC St. Pauli mempunyai lambang lain yang terkenal di seluruh penjuru Jerman, bahkan dunia.
Lambang itu berupa tengkorak dan tulang bersilang berwarna putih dengan latar hitam layaknya bajak laut.
Lambang tersebut menjadi penghormatan kepada klub yang sering digambarkan sebagai tim paling sayap kiri di dunia.
“Itu adalah simbol kami, yang miskin melawan yang kaya, (klub) kaya seperti (Bayern) Munich,” ucap Sven Brux, pendukung seumur hidup dan kepala organisasi penggemar dan keamanan St. Pauli, melansir berbagai sumber, dikutip Rabu (17/7/2024).
“Itu seperti bajak laut yang berjuang untuk yang miskin melawan yang kaya. Sekarang ini menjadi simbol resmi klub,” lanjutnya.
Gerakan Sosial Klub dan Suportternya

St. Pauli juga merupakan pelopor kampanye antirasisme, antikekerasan, antihomofobia, dan isu-isu progresif lainnya.
Menurut Brux, St. Pauli adalah klub pertama yang mengkampanyekan antirasisme sekitar 20 tahun yang lalu.
“Kami adalah klub pertama yang mengenakan t-shirt, mengatakan bahwa hal-hal rasis dilarang dan saat itu tidak ada seorang pun di Jerman yang peduli tentang hal-hal ini,” katanya.
Selain itu, ada aturan “50+1” yang disepakati antara klub dengan penggemarnya. Hal itu mencegah klub kebanggaannya dimiliki oleh satu individu.
St. Pauli juga selalu berkomunikasi dengan para penggemarnya untuk membuat suatu keputusan. Baru-baru ini, setelah mendapat tekanan fans, pihak klub setuju untuk tidak pernah menjual hak penamaan stadion kepada pihak lain.
“St. Pauli adalah cara hidup. Kami bukan klub yang ingin menghasilkan uang, kami hanya mencintai sepak bola,” tandas Daniel, seorang penggemar setia St. Pauli lainnya.
Klub dengan Selera Musik Punk Rock
Bahkan, di dalam stadion, klub mempunyai studio musik. Pihak klub bekerja sama dengan Levi’s dalam operasional studio tersebut.
Studio itu dibangun untuk memberikan kesempatan kepada anak-anak yang tidak bisa mengakses pendidikan musik.
“Kami benar-benar ingin menciptakan sesuatu untuk anak-anak yang tidak memiliki akses ke pendidikan musik,” ucap Presiden St. Pauli, Oke Göttlich.
“Mereka bisa memperoleh kesempatan untuk mendapatkan pendidikan gratis,” imbuhnya.
BACA JUGA:Oliver Kahn dan Hasan Salihamidzic Dipecat Setelah Bayern Raih Gelar Juara Bundesliga
Dengan identitas yang kuat dan dedikasi terhadap isu-isu sosial, FC St. Pauli telah membuktikan bahwa mereka lebih dari sekadar klub sepak bola.
Mereka adalah simbol perlawanan, solidaritas, dan semangat komunitas yang mencintai sepak bola dan ingin melihat dunia yang lebih adil.
(Mahendra/Budis)