BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Kaligrafi bukan sekadar seni menulis indah. Di balik goresan huruf Arab yang penuh estetika, tersembunyi sejarah panjang dan nilai spiritual yang kuat. Dalam peradaban Islam, kaligrafi merupakan media penyampaian wahyu ilahi yang dipandang suci dan penuh makna.
Menurut Syafi’i dan Masbukin (2021), seni kaligrafi tumbuh subur dalam kebudayaan Islam karena adanya larangan menggambar makhluk hidup.
Sebagai gantinya, tulisan dijadikan ekspresi seni utama, terutama untuk menyalin ayat-ayat suci Al-Qur’an.
Tak heran jika sejak masa Kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah, seni ini berkembang pesat dengan berbagai gaya, mulai dari Kufi, Naskhi, Tsuluts, hingga Diwani.
Masuknya Islam ke Nusantara juga membawa serta tradisi kaligrafi. Berdasarkan kajian Muti (2023), seni kaligrafi mulai berkembang di Indonesia sejak abad ke-13, dibawa oleh para ulama dan saudagar dari Timur Tengah.
Di tangan para kaligrafer lokal, bentuk tulisan Arab itu kemudian mengalami adaptasi budaya. Kaligrafi tak hanya ditemukan di mushaf atau kitab kuno, tetapi juga hadir di gapura masjid, nisan makam, hingga ornamen rumah adat.
Salah satu bentuk khas kaligrafi Nusantara adalah kaligrafi aksara Arab yang dibentuk menyerupai flora, fauna, atau ornamen geometris khas lokal.
Perpaduan antara nilai religius dan estetika lokal ini menjadikan kaligrafi sebagai bagian penting dari seni rupa Islam di Indonesia.
Kini, di tengah modernisasi dan digitalisasi, semangat berkarya di bidang kaligrafi justru menunjukkan gairah baru.
Berbagai kompetisi dan pameran kaligrafi digelar secara rutin, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Faktanya, baru-baru ini Menteri Kebudayaan Republik Indonesia menerima audiensi dari para pemenang Kompetisi Kaligrafi Internasional ke-13 yang diselenggarakan oleh Research Centre for Islamic History, Art and Culture (IRCICA).
Sebanyak 10 kaligrafer tanah air berhasil mengharumkan nama Indonesia dalam ajang bergengsi tersebut.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyampaikan apresiasi secara langsung di Ruang Rapat Kementerian Kebudayaan, sebagai bentuk dukungan terhadap para seniman yang telah membuktikan bahwa kaligrafi Indonesia mampu bersaing di tingkat dunia.
Momentum ini menegaskan bahwa kaligrafi bukan sekadar warisan masa lalu, tetapi seni yang terus hidup dan berkembang seiring zaman.
BACA JUGA
Kaligrafi Indonesia bukan hanya media ekspresi spiritual, tapi juga menjadi bagian penting dari diplomasi budaya yang memperkuat posisi Indonesia di mata dunia.
Dengan pencapaian ini, kaligrafi bukan hanya dikenang sebagai peninggalan masa silam, melainkan sebagai bagian dari masa depan seni Islam yang terus berevolusi di tanah Nusantara.
(Daniel Ontorio Saragih/Magang/Aak)