JAKARTA,TM.ID: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tiga tersangka dalam dugaan korupsi dengan menyalahgunakan kekuasaan dan memaksa memberikan sesuatu untuk proses lelang jabatan termasuk ikut serta dalam pengadaan barang dan jasa disertai penerimaan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) RI.
Adapun dari tiga tersangka ini, diantaranya SYL Menteri Pertanian RI; KS Sekretaris Jenderal Kementan RI; serta MH Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan RI.
KPK selanjutnya akan melakukan penahanan terhadap tersangka KS selama 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 11 hingga 30 Oktober 2023 di Rutan KPK.
BACA JUGA: Uang Panas Miliaran Dipakai Syahrul Yasin Limpo Buat Perawatan Wajah Keluarga dan Umroh
KPK juga mengimbau kepada tersangka lain, agar kooperatif untuk mengikuti alur hukum dan memenuhi panggilan dari Tim Penyidik.
SYL pada duduk perkaranya, diduga membuat kebijakan personal terkait pungutan maupun setoran diantaranya dari ASN internal Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi termasuk keluarga intinya. SYL menginstruksikan dengan menugaskan KS dan MH melakukan penarikan sejumlah uang dari unit eselon I dan II dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank, hingga pemberian barang maupun jasa.
Sumber uang diantaranya dari realisasi anggaran Kementan yang sudah di-mark up, termasuk permintaan uang kepada para vendor yang mendapatkan proyek di Kementan.
Dari intruksi SYL inilah, KS dan MH memerintahkan Stafnya mengumpulkan sejumlah uang di lingkup eselon I, para Direktur Jenderal, Kepala Badan, hingga Sekretaris di masing-masing eselon I dengan besaran nilai yang telah ditentukan SYL pada kisaran mulai USD4.000 s.d USD10.000.
Uang yang diberikan kepada KS dan MH merupakan representasi dan kepercayaan dari SYL, yang diberikan secara rutin menggunakan uang mata asing.
Uang haram tersebut dinikmati SYL bersama KS dan MH sejumlah sekitar Rp13,9 Miliar. Tim Penyidik juga masih terus melakukan penelusuran.
Para Tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(Saepul/Usamah)