JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengungkapkan aktivis dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) harus menghadap kepolisian, usai melakukan penggerudukan rapat Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI tertutup di Hotel Fairmont, Jakarta.
Diketahui, tiga aktivis koalisi masyarakat sipil untuk sektor keamanan menggedor pintu rapat Panja RUU TNI yang berlangsung di ruang Ruby 1 dan 2 Fairmont Hotel, Sabtu (15/03/2025).
Aksi protes RUU TNI itu kemudian berakhir menjadi laporan di Polda Metro Jaya oleh pihak keamanan dari Hotel Fairmont, karena dianggap membuat kegaduhan.
“Yang aneh, kemudian sehari setelah laporan, kemarin (Minggu 16 Maret 2025) itu sudah langsung datang laporan,” kata Isnur di kantor YLBHI, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Senin (17/03/2025).
“Sudah langsung pemanggilannya. Jadi ini sangat cepat gitu. Dalam waktu dua hari langsung datang klarifikasi kepada teman-teman KontraS,” lanjutnya.
Ia kemudian menyinggung, cepatnya proses hukum pada kritikan masyarakat pada pemerintah.
“Ini ada apa? Panggilannya pun tidak cukup waktu, sangat tidak layak. Jadi ini menurut kami ada orkestrasi untuk membungkam teman-teman yang bersuara,” kata Isnur. “Ini ada watak ya, watak otoriter, watak antikritik. Watak yang tidak mau mendengarkan suara-suara masyarakat dan sangat berbahaya,” ujarnya.
BACA JUGA:
Usai Geruduk Rapat RUU TNI, Kantor KontraS Didatangi 3 Orang Misterius Ngaku dari Media
Di sisi lain, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam menjelaskan, pihaknya telah menerima laporan dengan nomor laporan LP/B/1876/III/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA
“Polda Metro Jaya menerima laporan dugaan tindak pidana mengganggu ketertiban umum dan atau perbuatan memaksa disertai ancaman kekerasan dan atau penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum di Indonesia, yang dilaporkan oleh RYR (pelapor sebagai security Hotel Fairmont, Jakarta),” kata Ade Ary dalam keterangannya, Minggu (16/03).
“Mengganggu ketertiban umum dan atau perbuatan memaksa disertai ancaman kekerasan dan atau penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum di Indonesia/Pasal 172 dan atau Pasal 212 dan atau Pasal 217 dan atau Pasal 335 dan atau Pasal 503 dan atau Pasal 207 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP,” terang Ade Ary.
Ia juga menuturkan, peristiwa berawal dari teriakan sekelompok orang di depan ruang rapat pembahasan RUU TNI.
(Saepul/Aak)