JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Kecelakaan bus yang terjadi di Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat yang menewaskan 11 murid dan guru SMK Lingga Kencana Depok, Jawa Barat, Sabtu (11/5) , merupakan kecelakaan yang kesekian kalinya bagi murid SMK pada saat melaksanakan program study tour. Dan polanya pun sama, terjadi pada saat akan menuju pulang.
Pemerhati Pendidikan dan Transportasi, KI Darmaningtyas menjelaskan alasan kecelakaan -kecelakaan rombongan study tour tersebut terjadi pada saat akan pulang. Pertama, pengemudi sudah lelah, sehingga kehilangan konsentrasi atau fokus.
“Kedua, rombongan study tour juga sudah lelah sehingga mereka sudah tidak peduli lagi dengan kondisi pengemudi maupun kondisi lalu lintas, mereka beranggapan semua baik-baik saja sehingga tidak ada yang care terhadap pengemudi maupun kendaraan yang mereka tumpangi,” kata Darmaningtyas kepada Teropongmedia.id, Selasa (14/5/2024).
Darmaningtyas menjelaskan, kendaraan yang mengangkut para korban kemungkinan tidak mendapatkan perawatan saat perjalanan.
Hal itu dikarenakan tidak ada perusahaan otobus yang menyertakan montir saat bus disewakan untuk mengangkut rombongan.
Sehingga, kata dia, ketika sampai lokasi tujuan wisata, armada tidak mendapatkan pengecekan secara teknis. Wajar apabila setelah dijalankan oleh pengemudi diketahui ada masalah. Ini terjadi pada hampir semua bus yang digunakan untuk wisata.
Ia menyatakan, Apa yang dialami oleh rombongan SMK Lingga Kencana Depok sebetulnya tidak jauh dari itu. Persoalannya lebih kompleks lagi karena ternyata pemilik tidak memiliki ijin operasional dan uji KIR nya sudah kadaluwarsa.
“Bus juga mengalami perubahan bentuk agar terlihat lebih modis sesuai dengan selera sekarang. Padahal, perubahan bentuk tersebut ada hubungannya dengan kestabilan armada itu sendiri,” ujarnya.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, ia menyimpulkan, tanggung jawab atas kecelakaan tersebut tidak dapat dibebankan kepada pengemudi saja, tapi juga kepada teknisi dan pemilik armada.
Justru tanggung jawab terbesar ada pada pemilik armada karena lalai menjalankan kewajibannya yang amat mendasar, yaitu uji KIR.
Ia mengungkapkan, Direktorat Binamarga dan Kementerian PUPR juga punya tanggung jawab yang dilalaikan, yaitu tidak membangun jalur penyelamat.
Seperti dikemukakan oleh pengemudi yang terguling, dia sebetulnya bermaksud ingin mengarahkan busnya di jalur penyelamat, tapi ternyata tidak ada. Darmaningtyas menyebut, Dishub juga lalai tidak menjalankan fungsi kontrolnya.
“Harusnya Dishub di setiap daerah itu mendata semua armana yang ada di wilayahnya, tidak peduli itu bus AKAP maupun Bus Pariwisata yang menjadi domain Kementerian Perhubungan,” ucapnya.
BACA JUGA: Sesuai Surat dari Gubernur, Study Tour ke Kota Bandung Bakal Dibatasi
“Jangan saling lempar tanggung jawab. Kementerian Perhubungan melalui BPTD (Balai Pengelola Transportasi Darat) juga dapat melakukan pengawasan langsung di lapangan,” bebernya.
Menurut dia, masyarakat harus diedukasi ketika akan menyewa bus untuk wisata, jangan hanya melihat dari satu sisi saja seperti harga termurah, tapi juga dari aspek keselamatan: berijin tidak, laik jalan tidak, sopirnya kompeten tidak, apakah tersedia dua sopir untuk satu perjalanan wisata atau tidak, dan sebagainya.
“Saya sendiri berharap program study tour pagi pelajar jarak jauh lebih baik distop karena lebih banyak mudaratnya untuk Pendidikan daripada manfaatnya,” ungkapnya.
bahkan, ia menyebut bahwa program study tour adalah bagian dari kapitalisasi dan komersialisasi pendidikan.
Lebih lanjut dia menyebutkan, program tersebut tidak meningkatkan kualitas Pendidikan, tapi cenderung menimbulkan beban baru bagi orang tua murid, terutama bagi murid yang tidak mampu.
(Agus/Dist)