JAKARTA,TM.ID: Perjuangan musisi dangdut, Rhoma Irama dalam menjalankan dakwah melalui musik tidaklah mudah. Pada fase awal merintis dakwah di panggung musiknya, musisi legendaris berjuluk Raja Dangdut ini bahkan pernah dilempari sandal dan lumpur.
Respon negatif dari masyarakat itu terjadi pada era 2970-an. Namun misi dakwah agama Bang Haji Rhoma Irama, demikian dia kerap disapa, tidak berhenti gara-gara respon negatif masyarakat tersebut.
Ketika konser musiknya dibuka dengan ucapan salam, sontak saja dibalas dengan hujan kritik. Dakwahnya benar-benar dibalas dengan hujatan.
Pada era 70-an, ungkap dia, kalangan seniman cenderung jauh dari agama. Ibadah seolah menjadi hal tabu, yang justru lebih identik dengan minuman keras.
BACA JUGA: Rhoma Irama Buat Makam Pribadi di Rumahnya, Ada Apa?
Rhoma Irama menyampaikan kisah tersebut dalam Kongres Budaya Umat Islam Indonesia, yang digelar dalam rangka Milad ke-48 Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Sasana Kriya, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur, Rabu (26/7/2023).
“Dulu di tahun 70-an budaya para seniman erat kaitannya dengan praktik meninggalkan shalat. Ibadah menjadi tabu dan aib bagi seorang seniman kala itu,” ungkap Rhoma Irama, dikutip dari laman MUI, rabu (2/8/2023).
Budaya negatif seperti itulah yang melekat di kalangan seniman kala itu, dan membuat batin Rhoma Irama resah. Namun ia tak menyerah, setiap mendirikan shalat selalu memohon petunjuk kepada Allah SWT.
Dalam doa itu Rhoma berucap, apabila dengan seni malah menjauhkan jalannya kepada Allah, maka dia meminta bakat tersebut dicabut. Namun apabila sebaliknya, dengan seni mampu memberi kebaikan, maka ia ingin menjadi jalan yang membawa kepada keridhaan-Nya.
Doa yang tak pernah berhenti ia panjatkan, akhirnya menghantarkan Rhoma Irama untuk membentuk grup musik dangdut, Soneta Group sebagai the Voice Moslem pada 13 Oktober 1973.
BACA JUGA: Konser Rhoma Irama Dihentikan Kru Deep Purple saat Bawakan Lagu Smoke On the Water
Rhoma menegaskan, Soneta Grup berkomitmen untuk menjauhkan budaya buruk yang dianggap melekat bagi seorang seniman seperti meninggalkan shalat dan minuman keras.
“Dakwah pertama saya adalah saat di salah satu pentas musik yang ada di Ancol. Ketika itu saya mengucapkan salam ‘assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh’. Sontak mendapat respons kurang menyenangkan dari penonton yang hadir,” kata dia.
Ucapan salam di panggung musik kala itu memang sangat tidak biasa. Kemudian respon mengejutkan pun terjadi dari para penonton.
“Hei! ini bukan masjid, bukan majelis taklim!” Teriakan-teriakan tersebut diiringi dengan lemparan sandal dan lumpur.
Nama Rhoma Irama kemudian viral di tengah masyarakat, banyak diperbincangkan terkait caranya berdakwah lewat musik. Tidak sedikit yang menudingnya telah mengomersalisasi agama.
Tudingan tersebut setelah Rhoma Irama merilis lagu berjudul La Ilaha Illallah. Dalam lagu ini terdapat momen saat dia membaca surah al-Ikhlas tanpa alunan musik.
Lagu La Ilaha Illallah benar-benar dianggap kontroversi, sampai akhirnya Rhoma Irama diundang oleh MUI. Di depan para ulama dan media, Rhoma melantunkan lagu tersebut.
BACA JUGA: Milad MUI Ke-48 akan Membacakan Deklarasi Kebangsaan
“Setelah mereka tahu kalau surah al-Ikhlas tidak ada iringan musik, MUI justru menyampaikan untuk membuat karya yang lebih banyak,” ujarnya.
Sejak saat itulah, dukungan MUI menjadi motivasi tersendiri bagi Rhoma Irama untuk terus melanjutkan dakwahnya melalui musik. Dia juga berpesan, apa yang disampaikan dari hati maka akan sampai pula ke hati sebagaimana dakwah yang dia lakukan.
(Aak)