BANDUNG,TM.ID: Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengumumkan bahwa perusahaan yang mengalami keterlambatan dalam pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan kepada karyawan atau buruh akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar 5 persen.
Denda tersebut merujuk pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 mengenai Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Karyawan/Buruh di Perusahaan.
“Ketika itu terlambat dibayar, maka dendanya adalah 5 persen dari total THR, baik itu secara individu atau pun nanti hitungnya per berapa jumlah pekerja yang tidak dibayar,” kata Dirjen Binwasnaker dan K3 Kemnaker, Haiyani Rumondang pada Konferensi Pers SE Menteri Ketenagakerjaan tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2024 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, mengutip Kemnaker, Selasa(19/3/2024).
Dirjen Haiyani menambahkan bahwa meskipun ada penerapan denda, tetapi pengusaha tetap harus memenuhi kewajiban untuk membayar Tunjangan Hari Raya Keagamaan kepada para karyawan atau buruh.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor M/2/HK.04/III/2024 mengenai Implementasi Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2024 untuk Karyawan/Buruh di Perusahaan.
Pada Surat Edaran tersebut, terdapat salah satu ketentuan yang menyatakan bahwa pembayaran THR Keagamaan harus dilakukan maksimal 7 hari sebelum hari raya keagamaan.
Menaker juga mengatakan bahwa, pembayaran THR tidak boleh dicicil.
“THR keagamaan ini harus dibayar penuh, tidak boleh dicicil. Sekali lagi saya pertegas Kembali, THR harus dibayar penuh dan tidak boleh dicicil. Saya minta perusahaan agar memberikan perhatian dan taat terhadap ketentuan ini,” jelasnya.
Menurut Menaker, THR Keagamaan diberikan kepada karyawan atau buruh yang telah bekerja selama 1 bulan secara terus menerus atau lebih.
Hal tersebut berlaku, baik bagi pekerja yang sudah memiliki status pekerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), maupun pekerja harian lepas yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.
Kemudian, Bagi karyawan atau buruh yang telah bekerja selama 12 bulan atau lebih secara terus menerus, akan diberikan Tunjangan Hari Raya sebesar satu bulan upah.
Sedangkan untuk karyawan atau buruh yang memiliki masa kerja selama satu bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan, akan diberikan secara proporsional berdasarkan perhitungan masa kerja dibagi 12 bulan, kemudian hasilnya dikalikan dengan satu bulan upah.
Ia juga menngungkapkan bahwa terdapat peraturan khusus yang berlaku bagi pekerja harian lepas terkait dengan pembayaran satu bulan upah.
Jika karyawan telah bekerja selama 12 bulan atau lebih, upah satu bulan akan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterimanya dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan.
Sementara untuk karyawan harian lepas dengan masa kerja kurang dari 12 bulan, upah satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterimanya setiap bulan selama masa kerja tersebut.
BACA JUGA: Menaker: Buruh Kerja saat Pemilu Berhak dapat Upah Lembur!
Akan tetapi, untuk perusahaan yang telah mengatur jumlah Tunjangan Hari Raya (THR) lebih besar dalam perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan (PP), perjanjian kerja bersama (PKB), atau kebiasaan internal, maka jumlah THR yang dibayarkan kepada karyawan akan sesuai dengan yang telah diatur dalam PK, PP, PKB, atau kebiasaan tersebut.
Kemnaker juga mengimbau kepada seluruh perusahaan untuk melakukan pembayarkan kewajiban THR dapat dilakukan lebih awal, sebelum jatuh tempo.
(Vini/Aak)