BANDUNG,TEROPONGMEDIA.ID — Kebijakan Wali Kota Bandung Muhammad Farhan yang membolehkan pelaksanaan studi tour di sekolah-sekolah tanpa mengaitkannya dengan penilaian akademik dan tanpa paksaan, menuai berbagai tanggapan positif dari masyarakat.
Kebijakan ini dinilai lebih adil dan berpihak pada kesejahteraan keluarga siswa dari berbagai latar belakang ekonomi.
Pernyataan tersebut disambut hangat oleh banyak orang tua murid dan pegiat pendidikan. Mereka merasa lega karena selama ini kegiatan studi tour sering menjadi tekanan terselubung, terutama bagi keluarga dengan keterbatasan ekonomi.
Siti Rahmawati, ibu dari siswa SMP di kawasan Arcamanik, mengaku pernah mengalami dilema saat anaknya hendak mengikuti studi tour dengan biaya lebih dari Rp1 juta.
Baca Juga:
Study Tour Versi Farhan Vs Dedi Mulyadi, Ini Bedanya!
Farhan Siapkan Presentasi Proyek PJU Rp400 Miliar ke BI dan DPMPTSP Jabar
“Kalau sekarang tidak wajib dan tidak berpengaruh ke nilai, saya dukung. Anak tetap bisa belajar dari pengalaman, tapi orang tua juga tidak terbebani,” kata Siti, Rabu (23/7/2025).
Hal senada diungkapkan Dede Supriatna, warga Ujungberung sekaligus anggota komite sekolah. Dede menyebut kebijakan ini sebagai langkah bijak dan solutif.
“Studi tour itu bagus, tapi jangan jadi ajang pamer. Kalau opsional dan tidak memengaruhi nilai, itu baru adil,” ungkapnya.
Kendati demikian, beberapa pengamat pendidikan mendorong agar kebijakan ini ditindaklanjuti dengan pedoman teknis resmi dari Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bandung, agar tidak terjadi multitafsir di kalangan sekolah maupun orang tua.
Yani Andriani, pemerhati pendidikan menekankan perlunya SOP atau surat edaran yang memperjelas bahwa studi tour bersifat non-akademik, partisipatif, dan tidak wajib.
“Kadang tekanan itu bukan dari sekolah, tapi dari lingkungan teman sebaya. Kalau tidak ikut, bisa merasa dikucilkan,” ujarnya.
Sementara itu, Arief Nugraha, aktivis pendidikan lokal, menyarankan agar sekolah mulai mengeksplorasi destinasi edukatif lokal seperti museum, taman kota, atau kunjungan ke UMKM kreatif di Bandung. Hal tersebut dianggap lebih terjangkau dan tetap memberikan nilai pembelajaran.
Inti dari kebijakan ini adalah transparansi dan komunikasi yang sehat antara pihak sekolah, orang tua, dan siswa. Dede Supriatna mengingatkan agar tidak ada tekanan terselubung yang membuat siswa merasa harus ikut meski sebenarnya tidak mampu.
“Kalau sekolah mau adakan, pastikan semua jelas. Tidak ikut bukan masalah, tidak ada pengaruh nilai, dan jangan ada intimidasi halus. Ini tanggung jawab bersama,” tandasnya.
Kebijakan studi tour yang inklusif dan tidak diskriminatif ini menjadi salah satu langkah nyata Wali Kota Bandung Muhammad Farhan dalam mewujudkan sistem pendidikan yang humanis dan adil, serta menciptakan ruang belajar yang memberi kesempatan yang setara bagi semua anak. (Kyy/_Usk)