BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menanggapi kekhawatiran publik atas konten kekerasan dalam game daring Roblox yang banyak dimainkan oleh anak-anak.
Ia menyebut bahwa pemerintah tengah melakukan evaluasi terhadap sejumlah platform digital, termasuk media sosial dan stasiun televisi, yang dinilai berpotensi menampilkan konten tak layak bagi usia dini.
Menurut Prasetyo, evaluasi tersebut dilakukan bersama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Ia menegaskan bahwa platform yang terbukti menyebarkan konten kekerasan ataupun adegan yang tak pantas bagi anak-anak bisa saja ditutup secara paksa.
“Kalau memang kita merasa sudah melewati batas, apa yang ditampilkan di situ mempengaruhi perilaku dari adik-adik kita, ya tidak menutup kemungkinan pemblokiran,” ujar Prasetyo di Komplek Istana, Jakarta, Selasa (5/8/2025).
“Kita mau melindungi generasi kita. Tak ragu-ragu juga kita. Kalau memang itu mengandung unsur-unsur kekerasan, ya kita tutup, gak ada masalah,” lanjutnya.
Ia juga menambahkan bahwa pemerintah turut mencermati tren negatif yang muncul dari aktivitas dalam game tersebut.
Prasetyo menilai, dampak buruk dari permainan itu cukup serius karena dapat memengaruhi perilaku anak-anak, terlebih bila mereka belum mampu membedakan realitas dan dunia maya.
“Kalau kita perhatikan banyak sekali kejadian yang di luar nalar kita, misalnya yang baru-baru saja terjadi. Bagaimana seorang anak sampai melakukan sesuatu tindakan yang di luar batas-batas nalar kepada orang tuanya,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti juga telah menyuarakan larangan bagi anak-anak untuk memainkan Roblox. Pernyataan itu disampaikan saat memantau program Cek Kesehatan Gratis (CKG) di SDN Cideng 02, Gambir, Jakarta.
BACA JUGA:
Mendikdasmen Larang Anak-Anak Main Roblox, Ini Alasannya!
BRIN Promosikan GANA, Tapi Pelaku Industri Gim Lokal Justru Melontarkan Kritik
Abdul Mu’ti juga menyebutkan bahwa game tersebut menyajikan adegan kekerasan yang tidak sesuai bagi anak usia sekolah dasar.
Abdul Mu’ti menilai anak-anak pada usia tersebut belum memiliki kapasitas kognitif yang cukup untuk membedakan antara realitas dan konten rekayasa digital.
Ia mencontohkan bahwa adegan seperti “membanting” mungkin tampak biasa dalam game, tetapi jika ditiru di dunia nyata bisa menimbulkan masalah.
Kekhawatiran tersebut diperparah dengan potensi munculnya perilaku agresif akibat paparan konten kekerasan secara terus-menerus.
“Tapi intinya begini, bukan masalah Roblox-nya ya, tetapi kita perlu memahami sebagai sebuah bangsa bahwa ada unsur-unsur tertentu yang memang harus kita pikirkan betul supaya tidak mempengaruhi generasi-generasi muda kita di depannya,” ujar Prasetyo.
“Unsur-unsur yang mengandung kekerasan, apapun itu bentuknya; mau games, mau siaran di televisi, mau pemberitaan, mau melalui media mainstream, maupun melalui media sosial memang ini menjadi keresahan,” pungkasnya.
(Haqi/Aak)