BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Dosen Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) memaparkan tentang Irrational Beliefes yang menjadi penyebab ketagihan judi online.
Judi Online alias judol sungguh berakibat fatal. Selain berdampak kemiskinan karena harta terkuras, juga efek negatif sampingan dari permainan uang yang penuh tipuan tersebut.
Isu terbaru yang paling mengerikan akibat dari judi online adalah kasus pembunuhan yang dilakukan seorang polisi wanita (polwan) terhadap suaminya yang juga anggota polisi.
Kejadian polwan bakar suami hinga tewas itu terjadi di Kompleks Asrama Polisi Polres Mojokerto, Jawa Timur (Jatim) pada Sabtu (8/6/2024).
Korban adalah Briptu RDW (28), seorang anggota kepolisian yang bertugas di Polres Jombang. Sedangkan pelaku adalah Briptu FN (28), seorang polwan yang bertugas di Polres Mojokerto Kota.
Motif Briptu FN melakukan pembakaran itu diduga karena kesal sang suami yang kerap tak segan menghabiskan uang belanja untuk judi online.
Itu adalah satu dari sekian banyak dampak buruk dari judi online. Namun ironisnya, judi online di Indonesia begitu marak, merasuki masyarakat semua kalangan hingga kelompok masyarakat miskin.
Bahkan judi online merasuki bukan hanya orang dewasa, tetapi juga kalangan remaja. Hal paling membahayakan dari judi online adalah kecenderungan untuk kecanduan.
Dosen Psikologi UMM, Diana Savitri Hidayati, S.Psi., M.Psi. menjelaskan, sesuatu yang berlebihan apalagi sampai membuat ketagihan adalah hal yang tidak normal dan masuk pada kategori gangguan.
Seseorang jika sudah ketagihan terhadap sesuatu, maka akan merasa tidak nyaman kalau tidak melakukan hal itu, sekalipun hanya sehari.
“Awalnya coba-coba karena penasaran, tapi malah kebablasan karena self control-nya tidak jalan. Orang yang ketagihan sudah pasti memiliki emosi yang tidak matang. Karenanya, munculah irrational beliefes atau pikiran yang tidak logis yang membuat seseorang melakukan perilaku tersebut,” ucap Savitri, dalam laman resmi UMM.
BACA JUGA: Terafiliasi Judi Online, Layanan Top Up di Minimarket Bakal Ditutup
Irrational Beliefes Penyebab Ketagihan Judi Online
Irrational beliefes atau keyakinan yang tidak rasional dalam kasus judi online, sseorang berpikir akan menang jika bermain sekali lagi.
Sifat irrational beliefes akan terus muncul dan tanpa sadar yang membuat pelaku judi online semakin ketagihan. Pelaku cenderung tak peduli dari mana atau dengan cara apa mendapatkan uang untuk berjudi.
Mereka akan usahakan mendapatkan uang dengan segala cara demi berjudi, dari menguras uang yang ada, menjual barang, meminjam bahkan mencuri.
Terapi Ketagihan Judi Online
Savitri menjelaskan, di dunia psikologi, umumnya terapi penyembuhan ketagihan ini menggunakan pendekatan Cognitive Behavioral Therapy atau CBT.
CBT adalah psikoterapi yang mengintegrasikan dua pendekatan yakni terapi kognitif dan terapi perilaku atau behavior.
Pertama, meluruskan terlebih dahulu kognitifnya dengan mengajaknya berdiskusi. Irrational beliefes, seperti ‘kalo aku coba sekali lagi pasti bakal menang’, benar-benar harus menjalani proses perbaikan.
“Padahal logikanya, yang punya mesin judi online itu tidak mungkin memberikan kemenangan kepada pemain, sedangkan ia juga membutuhkan uang,” tegasnya.
Kedua, melakukan modifikasi perilaku agar berhenti berjudi. Karena judi online ini erat hubungannya dengan internet dan gadget, maka solusinya bisa mengurangi penggunaan gadget dan internet.
Namun, terapi ini akan bisa berjalan lancar jika yang bersangkutan juga mau berubah. Individu tersebut harus sadar terlebih dahulu bahwa ia membutuhkan bantuan pihak lain.
Apabila sudah punya kesadaran tersebut, baru psikolog dapat membantunya untuk lepas dari judi online. Hal ini bisa jadi terlihat sederhana, tetapi sejatinya perlu ada kolaborasi antar orang yang butuh terapi, psikolog dan kerabat dekat yang bersangkutan.
“Saya sangat menyarankan untuk tidak pernah mencoba bermain judi online, sepenasaran apapun anda. Apalagi kita tidak tahu sejauh mana kita bisa mengontrol diri nantinya,” sarannya.
Ia berharap individu yang sudah terlibat judi online bisa segera berhenti bagaimanapun caranya, karena yang rugi bukan hanya diri sendiri melainkan juga orang di sekitarnya.
“Jika ia adalah seorang ayah, maka ia tidak bisa berperan sebagai ayah yang baik sebab terlalu fokus pada judi,” katanya.
(Aak)