BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID – Menghadapi ancaman kekeringan ekstrem yang diprediksi akan melanda berbagai wilayah Indonesia selama musim kemarau, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah mempersiapkan langkah antisipatif dengan memanfaatkan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC).
Teknologi ini diharapkan dapat menjadi solusi efektif untuk mengatasi kekurangan air yang berpotensi mengganggu aktivitas pertanian dan keseharian masyarakat.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, menyatakan, daerah yang masih memiliki awan hujan minimal satu kali seminggu akan menjadi fokus utama dalam penerapan TMC.
“Di wilayah yang saat ini berpotensi dilanda kekeringan, masih ada awan hujan minimal satu kali seminggu, itu yang akan kita optimalkan melalui TMC,” ungkapnya di Jakarta, dikutip Rabu (19/6/2024).
Langkah antisipatif ini tidak hanya dilakukan BNPB sendirian, melainkan melalui koordinasi intensif dengan berbagai kementerian dan lembaga terkait untuk mencegah krisis air serta gagal panen yang bisa terjadi akibat kekeringan.
BACA JUGA: Cuaca Ekstrem Masih Hantui Sebagian Besar Wilayah di Indonesia
Laporan mengenai dampak kekeringan sudah mulai masuk dari beberapa wilayah, khususnya di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
“BNPB secara rutin tiga minggu terakhir ini sudah menerima laporan dari setidaknya tiga kabupaten/kota yang berbeda mengenai dampak dari kekeringan,” ujar Abdul Muhari.
Selain itu, rapat koordinasi yang dipimpin oleh Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) juga telah dilakukan. Rapat ini bertujuan untuk memetakan dampak musim kemarau dan menyusun langkah-langkah antisipatif yang harus diambil oleh berbagai pihak.
Kekeringan dan kebakaran hutan serta lahan (karhutla) sering menjadi bencana yang melanda Indonesia selama musim kemarau. Namun, menurut Abdul, pencegahan bencana kekeringan memerlukan penanganan ekstra karena dampak dan risiko biasanya baru terlihat beberapa minggu kemudian.
“Tahun ini, kita harus lebih waspada,” katanya.
Kendati begitu, Abdul menambahkan, intensitas cuaca panas pada musim kemarau tahun ini diprediksi tidak akan seburuk tahun lalu karena fenomena El Nino yang telah melemah.
“Saat ini, potensi kekeringan sudah mulai terjadi di wilayah kabupaten/kota di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di 2024, El Nino sudah melemah,” jelasnya.
Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara menjadi fokus utama dalam penanganan kekeringan sejak awal Juni hingga puncak kemarau yang diprediksi akan berlangsung hingga September. Dalam rangka memaksimalkan ketersediaan air, TMC akan digunakan untuk mengisi berbagai penampungan air seperti waduk, lumbung, sungai, dan danau.
“Kami juga telah menyampaikan kepada 75 persen pemerintah daerah yang pada 2023 lalu terkena dampak kekeringan untuk melakukan siaga darurat kekeringan,” ucapnya.
Dengan penetapan status siaga darurat ini, BNPB bisa melakukan intervensi langsung melalui operasi TMC untuk mengoptimalkan dan memaksimalkan debit air di berbagai tempat penampungan, memastikan ketersediaan air tetap terjaga selama musim kemarau.
(Budis)