BANDUNG,TM.ID: Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi berbagi pengalaman mengenai penanggulangan kejahatan terorisme dan penanganan radikalisasi di Indonesia, khususnya mengenai strategi rehabilitasi dan reintegrasi (R &R) bagi mantan teroris.
“Bagi Indonesia, rehabilitasi dan reintegrasi (R &R) harus mencakup semua aspek, tidak hanya terbatas pada mantan narapidana teroris, tetapi juga harus memperkuat ketahanan masyarakat dan lingkungan yang menerima mereka,” kata Retno, dalam keterangan tertulisnya, menghadiri Ministerial Plenary Meeting of the Global Counter-Terrorism Forum (GCTF) ke-13 di di sela-sela High Level Week Sidang Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat melansir kemlu RI, Rabu (20/9/2023).
Lebih lanjut Menlu Retno membeberkan tiga upaya yang dilakukan Indonesia, yakni:
BACA JUGA : Dusun Tamanjeka Bekas Basis Teroris POSO, Sambut HUT ke-78 RI
Pertama, mengedepankan pendekatan “whole-of-government” and “whole-of-society”, sebagaimana dimandatkan dalam Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme. Pendekatan ini menggarisbawahi pentingnya peran dan dukungan yang sinergis antara pemerintah dan masyarakat. Pendekatan ini juga menggabungkan hard and soft approaches, pelibatan masyarakat dan kerja sama internasional.
“It takes a village, to turn an extremist idea into a peaceful one,” ucap Retno, yang berarti mengubah pemikiran ekstremisme menjadi pemikiran yang damai memerlukan dukungan semua pihak.
Kedua, memastikan kemajuan teknologi dan riset, agar tidak disalahgunakan. Teknologi yang berkembang sangat cepat dapat memberi ruang bagi berkembangnya ide-ide ekstremisme.
“Kita harus tetap waspada,” ujar Retno.
Indonesia telah meluncurkan Pusat Pengetahuan Indonesia (I-KHub) untuk mengintegrasikan sistem data dan mendukung pengambilan keputusan berbasis penelitian dalam upaya memerangi ekstremisme, sekaligus memastikan keamanan negara.
Ketiga, terus memastikan lingkungan yang aman untuk menangkal ekstremisme, termasuk melalui program pendidikan bagi perempuan dan anak.
“Karena pemikiran ekstremis hanya dapat tumbuh di tempat yang dipenuhi dengan kebencian,” kata Retno.
Menlu Retno menyampaikan harapannya agar negara-negara GCTF berkomitmen kuat untuk memastikan implementasi yang inklusif dari strategi R & R itu.
GCTF merupakan forum utama di luar kerangka PBB yang membahas upaya kerja sama dan pertukaran informasi global dalam isu penanggulangan terorisme dan ekstremisme berbasis kekerasan. Menlu Retno hadir dalam kapasitasnya sebagai Co- Chair Countering Violent Extremism (CVE) Working Group (WG), di mana Indonesia telah menjabat sejak tahun 2017 bersama Australia.
(Usamah)