BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Koalisi Masyarakat Sipil untuk Advokasi Hak Asasi Manusia Internasional (HRWG) menegaskan tindakan represif aparat kepolisian terhadap massa aksi di Jakarta pada 28 Agustus 2025 telah melanggar ketentuan hukum internasional.
Sebanyak 31 organisasi yang tergabung dalam koalisi tersebut juga menilai, kekerasan aparat tidak hanya melanggar hak asasi, tetapi juga mengancam ruang kebebasan sipil.
“Pembiaran terhadap praktik represif aparat bukan hanya melanggar hukum internasional dan konstitusi, tetapi juga merusak ruang kebebasan sipil dan mengikis kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi,” kata HRWG dalam siaran pers, dikutip Minggu (31/8/2025).
HRWG menilai kekerasan yang dilakukan polisi bertentangan dengan Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Pasal tersebut berbunyi, “Setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat tanpa gangguan, termasuk kebebasan mencari, menerima, dan menyampaikan informasi/ide dengan cara apa pun.”
HRWG juga menilai tindakan kekerasan aparat kepolisian bertentangan dengan rekomendasi Komite Hak Sipil dan Politik PBB (CCPR). Dalam rekomendasi yang dikeluarkan pada 2024, CCPR menyampaikan keprihatinan mendalam atas pola pelecehan, intimidasi, pengawasan, hingga penggunaan kekuatan berlebihan terhadap pengunjuk rasa damai, mahasiswa, akademisi, serikat pekerja, dan masyarakat sipil di Indonesia.
Aksi demonstrasi pada 28 Agustus 2025 di kompleks MPR/DPR/DPD mulanya digelar oleh kelompok buruh, lalu diikuti oleh mahasiswa. Namun, aksi tersebut berujung ricuh. Lokataru Foundation mencatat, hingga malam hari, Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) telah menangkap sekitar 600 orang.
Brutalitas polisi dalam aksi tersebut juga memakan korban jiwa. Seorang pengemudi ojek online bernama Affan Kurniawan tewas setelah terlindas kendaraan taktis Brimob di kawasan Rusun Bendungan Hilir II, Jakarta Pusat, Kamis malam (28/8/2025). Affan sempat dibawa ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), namun nyawanya tidak tertolong.
Pasca peristiwa tragis itu, tujuh personel Brimob Polda Metro Jaya diperiksa Divisi Propam Polri. Mereka adalah Aipda M. Rohyani, Briptu Danang, Bripda Mardin, Bharaka Yohanes David, Bripka Rohmat, Bharaka Jana Edi, serta Kompol Cosmas Kaju Gae. Polri menyatakan seluruhnya terbukti melanggar kode etik profesi, berdasarkan hasil gelar awal yang dilakukan Divpropam.
“Kami sudah sepakati dan hasil ini rekomendasi secara menyeluruh dan kami juga sudah sampaikan kepada Kompolnas dan Komnas HAM,” ucap Abdul Karim di Mabes Polri, Jakarta Selatan, pada Jumat (29/8/2025).
Baca Juga:
Sejumlah Anggota DPR Kunjungan ke Luar Negeri saat Aksi Demo Besar
Bangkai Mobil Sisa Amukan Pendemo Jadi Santapan Empuk Rayap Besi!
Polri menyampaikan ketujuh anggota kepolisian tersebut akan dikenakan sanksi berupa penempatan khusus.
“Mulai hari ini kami lakukan penempatan khusus atau patsus di Divpropam Polri selama 20 hari terhadap tujuh orang terduga pelanggar,” ujar Abdul Karim.
(Virdiya/_Usk)