JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto mengungkapkan, mekanisme suap dalam proses Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019–2024 disusun secara mandiri oleh Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah, dengan dukungan dari Harun Masiku.
Hal itu diutarakan Hasto saat membacakan pleidoi dalam persidangan kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan yang menyeret namanya dan berujung pada penahanannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis (10/7/2025)
Dalam keterangannya, ia menegaskan bahwa perencanaan suap tersebut sepenuhnya merupakan inisiatif Saeful dan Donny, yang saat itu didukung oleh Harun Masiku.
Untuk diketahui, Saeful dan Harun adalah mantan kader PDI-P, sedangkan Donny dikenal sebagai advokat yang kerap mendampingi urusan hukum partai.
BACA JUGA:
Hasto Ungkap Diintimidasi agar Tak Pecat Jokowi, Ngaku Ada Saksi!
Disebut sebagai Investor Suap PAW, Hasto Terkena Getah Saiful Bahri?
“Seluruh perencanaan suap itu dirancang oleh Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah, dengan dukungan dari Harun Masiku,” ujar Hasto dalam sidang tersebut.
Lebih lanjut, Hasto menyoroti kejanggalan dalam isi pesan WhatsApp yang dikirimkan Saeful terkait pembiayaan suap Harun. Pesan itu berbunyi, “Sisanya kt sekjen ada dp harun”, yang menurutnya merujuk pada termin kedua dari dana suap, namun dianggapnya sangat mencurigakan dan tidak sesuai konteks.
Hasto juga menambahkan bahwa Saeful dalam persidangan telah mengakui bahwa dirinya tidak pernah melaporkan aktivitas melobi Riezky Aprili, caleg PDI-P yang diminta mengundurkan diri demi membuka jalan bagi Harun Masiku kepada Hasto.
Bahkan, pembicaraan terkait urusan administrasi dan penyepakatan uang dengan Komisioner KPU Wahyu Setiawan pun tidak pernah dilaporkan kepadanya.
“Saya sama sekali tidak mengetahui adanya dana operasional, upaya penyuapan, maupun istilah ‘termin ke-2’ yang digunakan,” tegas Hasto.
Sebelumnya, Hasto juga sempat menyinggung adanya dugaan rekayasa hukum dalam kasus ini, termasuk menghadirkan penyidik KPK sebagai saksi, yang menurutnya menunjukkan adanya kejanggalan dalam proses penegakan hukum.
(Saepul)