BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Dunia memperingati Hari Harimau Internasional setiap 29 Juli, sebuah momen penting untuk mengingatkan masyarakat akan ancaman kepunahan yang dihadapi kucing besar terbesar di dunia ini. Dengan populasi global yang tersisa hanya sekitar 4.000 ekor di alam liar, upaya konservasi menjadi semakin mendesak.
Harimau (Panthera tigris) memiliki sejumlah keunikan yang membedakannya dari spesies kucing besar lainnya. Sebagai contoh, harimau Siberia dewasa dapat mencapai berat lebih dari 300 kilogram dengan panjang tubuh melebihi 3 meter.
Satu hal yang lebih menakjubkan, pola belang pada tubuh harimau bersifat unik seperti sidik jari manusia, bahkan terlihat pada kulit mereka, bukan hanya di bulu.
“Pola belang ini membantu peneliti mengidentifikasi individu harimau melalui foto dari kamera jebakan tanpa perlu kontak fisik,” demikian World Animal Protection mengaskan dalam penrnyataan resmi, dikutip Selasa (29/7/2025).
Bertentangan dengan anggapan umum, harimau ternyata merupakan perenang ulung. Mereka mampu menyeberangi sungai dan danau kecil dalam mencari mangsa atau wilayah baru. Kemampuan fisiknya yang luar biasa termasuk lompatan sejauh 10 meter dan penglihatan malam enam kali lebih tajam dari manusia.
Sayangnya, tiga dari sembilan subspesies harimau – harimau Bali, Kaspia, dan Jawa – telah dinyatakan punah. Di Indonesia, harimau Sumatera yang populasinya tersisa kurang dari 600 ekor menghadapi ancaman serius akibat perburuan liar dan hilangnya habitat.
Hari Harimau Internasional yang digagas sejak 2010 ini menjadi pengingat akan pentingnya perlindungan terhadap predator puncak yang memainkan peran krusial dalam keseimbangan ekosistem. Tanpa upaya konservasi serius, raungan harimau yang mampu terdengar hingga 3 kilometer itu mungkin hanya akan menjadi rekaman sejarah.
Ancaman Serius bagi Kelangsungan Hidup Harimau
Industri pariwisata eksploitatif menjadi salah satu ancaman utama, dimana turis membayar mahal untuk berfoto dengan anak harimau atau menyaksikan pertunjukan harimau dewasa. Praktik ini tidak hanya kejam tetapi juga mengganggu perkembangan alami satwa dilindungi ini.
Perburuan untuk pengobatan tradisional juga masih marak, meski tidak ada bukti ilmiah yang mendukung khasiat bagian tubuh harimau. Di beberapa negara, termasuk Afrika Selatan, masih terdapat peternakan harimau legal yang kerap dikritik karena kondisi pemeliharaannya yang buruk.
BACA JUGA
Kuliti Harimau Sumatera di Rokan Hulu, 6 Pria Ditangkap Tim Gabungan
Dua Kambing Diterkam, BKSDA Sebut Macan Tutul Jawa, Ajari Anak Berburu
Bulu harimau yang indah seolah menjadi “kutukan”, karena dijadikan barang trofi bernilai tinggi di pasar gelap. Anak harimau pun kerap dijadikan simbol status oleh kalangan tertentu, memperparah perdagangan ilegal satwa dilindungi ini.
Di tengah semua tantangan ini, peringatan Hari Harimau Internasional 2025 menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran publik dan mendorong langkah-langkah konkret perlindungan, sebelum kita kehilangan salah satu predator paling ikonik di planet ini untuk selamanya.
(Aak)