JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Harga minyak dunia mengalami penurunan signifikan pada perdagangan pada Senin (4/8/2025) kemarin. Penurunan harga ini terjadi usai kelompok OPEC+ menyepakati kenaikan produksi minyak besar-besaran untuk bulan September.
Meski demikian, para pelaku pasar tetap mencermati perkembangan sanksi Amerika Serikat (AS) dan Eropa terhadap Rusia.
Melansir CNBC, Selasa (5/8/2025), harga minyak mentah Brent berjangka turun 91 sen (1,31%) dan ditutup pada USD 68,76 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun USD 1,04 (1,54%) menjadi USD 66,29 per barel.
Kedua kontrak ini telah turun sekitar USD 2 lebih rendah pada penutupan perdagangan Jumat sebelumnya.
Pada hari Minggu, Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC+) dan para sekutunya menyepakati peningkatan produksi minyak sebesar 547.000 barel per hari untuk bulan September. Keputusan ini merupakan bagian dari upaya mereka untuk kembali merebut pangsa pasar yang hilang.
Langkah ini sejalan dengan ekspektasi pasar dan menandai pembalikan total dari pemotongan produksi terbesar yang pernah dilakukan OPEC+, yang mencapai sekitar 2,5 juta barel per hari atau setara 2,4% dari permintaan global.
Baca Juga:
UMKM Bisa Ngebor Sumur Minyak Mulai 1 Agustus 2025
Profil Riza Chalid, Sang Godfather Minyak yang Licin Bak Belut
Analis dari Goldman Sachs memperkirakan, peningkatan pasokan riil dari delapan negara anggota OPEC+ yang telah menaikkan produksi sejak Maret akan mencapai 1,7 juta barel per hari. Hal ini terjadi karena anggota lain justru memangkas produksi setelah sebelumnya mengalami kelebihan produksi.
Di sisi lain, investor juga memantau dampak tarif baru AS terhadap ekspor dari puluhan mitra dagang. Selain itu, ancaman sanksi AS lebih lanjut terhadap Rusia terus menjadi sorotan.
Presiden Trump mengancam akan memberlakukan tarif sekunder sebesar 100% kepada pembeli minyak mentah Rusia sebagai upaya untuk menekan Moskow agar menghentikan perang di Ukraina.
Terkait hal tersebut, analis PVM, Tamas Varga, menyatakan bahwa harga minyak dalam jangka menengah akan dipengaruhi oleh perpaduan antara tarif dan geopolitik.
“Lonjakan harga apa pun yang dipicu oleh sanksi energi diperkirakan hanya akan bersifat sementara,” tambahnya.
(Dist)