BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani melakukan antisipasi dampak perekonomian Global terhadap impelmentasi Transisi Energi Indonesia.
Hal ini disampaikan Menteri Keuangan saat melakukan diskusi dengan perwakilan Khusus Inggris untuk Iklim Rachel Kyte, di Kantor kemeterian Keuangan Jakarta. Menteri Sri Mulyani pun menyoroti kompleksnya upaya peralihan energi ditengah gejolak ekonomi global.
Ia menyampaikan, disrupsi yang terjadi pada rantai pasok telah membuat proses transisi energi kian melambat.
“Jika negara kehilangan investasi terhadap green energy karena kondisi ekonomi yang lemah, artinya proses transisi energi juga akan melambat,” kata Sri Mulyani elalui akun Instagram resmi, @smindrawati dikutip Minggu (11/5/2025), dikutip dari Antara.
Dampak ini akan mengakibatkan penggunaan energi tak terbarukan seperti batu bara akan semakin berlanjut, namun di sisi lain dampak perubahan iklim sendiri tidak dapat dihindari.
Sri Mulyani menegaskan bahwa kondisi ini merupakan masalah yang harus segera diatasi, ditengah gencarnya upaya Indonesia dalam mencapai transisi energi.
Indonesia menegaskan komitmennya melalui peta jalan (Roadmap) transisi energi di sektor ketenagalistrikan yang resmi diterbitkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Dalam roadmap tersebut tercantum sejumlah langkah strategis pemerintah yang akan di ambil untuk mempercepat Transisi Energi.
Baca Juga:
Peta Jalan Transisi Energi, Pemerintah Tetapkan 9 Langkah Srategis
Investasi Rp2 Triliun, Proyek PLTB Cirebon Diharapkan Dorong Transisi Energi Nasional
Sementara itu, Kementerian keuangan menunjukan dukungannya terhadap upaya transisi energi melalui sejumlah kebijakan.
Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Boby Wahyu Hernawan menyampaikan realisasi pendanaan APBN untuk iklim secara rata-rata sebesar Rp76,3 triliun per tahun atau 3,2 persen dari APBN.
Kemenkeu juga telah memberikan berbagai insentif pajak, seperti untuk sektor pembangkit listrik terbarukan dan kendaraan listrik. Sejak 2019 hingga 2024 pemerintah telah memberikan insentif fiskal senilai Rp38,8 triliun untuk sektor-sektor terkait iklim, yang diperkirakan mencapai Rp51,5 triliun hingga akhir 2025.
Sedangkan dari sektor swasta, pemerintah terus mendorong pelaku usaha untuk proaktif mengurangi emisi karbon, menerapkan praktik berkelanjutan, dan berinovasi dalam teknologi ramah lingkungan. Inovasi teknologi ini termasuk efisiensi energi, ekonomi sirkular, dan pelaporan jejak karbon produk.
Pemerintah juga mendorong pelaku usaha melakukan climate budget tagging dan mendukung pelaksanaan kebijakan nilai ekonomi karbon, yang kini terbuka untuk pasar domestik dan internasional.
(Raidi/Aak)