SUBANG, TEROPONGMEDIA.ID — Dentuman bedug bergema riang, diiringi tabuhan genjring yang energik. Inilah ciri khas Genjring Bonyok, kesenian tradisional Subang, Jawa Barat, yang telah menghibur masyarakat sejak era kolonial.
Mengutip laman Pemkab Subang, berawal dari Kampung Bonyok, Desa Pangsor, Kecamatan Pagaden, kesenian ini terus berkembang menjadi identitas budaya Kabupaten Subang.
Kesenian yang terinspirasi dari Genjring Rudat ini lahir di tengah kerasnya kehidupan pekerja perkebunan P&L Lands masa kolonial.
Talan dan Sutarja, dua seniman legendaris, menjadi pionir yang mengembangkan kesenian ini dengan berbagai inovasi.
Evolusi Musik yang Tak Berhenti
Perjalanan Genjring Bonyok mencatat perkembangan menarik:
- 1967: Hanya 5 personel dengan 1 bedug dan 4 genjring
- 1969: Menambahkan terompet dengan 6 personel
- 1982: Memasukkan gendang, goong, kenong, dan kecrek
- 1987: Menghadirkan sinden dengan lagu ketuk tilu
“Kami terus berinovasi agar Genjring Bonyok tetap relevan,” ujar Asep Saepudin, generasi ketiga penerus kesenian ini.
Pementasan kesenian Genjring Bonyok telah menorehkan sejarah gemilang, di antaranya:
- 1971: Pentas di Gedung Rumentang Siang Bandung
- 1977: Juara Festival Genjring Bonyok se-Jawa Barat
- 1978-1980: Tampil di Gor Saparua, Gedung Gubernur, dan HUT Kabupaten Subang
BACA JUGA
Kesenian Gembyung: Warisan Budaya Tradisional Kabupaten Subang
Kini Genjring Bonyok tak sekadar pengiring hajatan. Kesenian ini telah menjelma menjadi pertunjukan panggung profesional dengan koreografi memukau.
Bahkan sering berkolaborasi dengan Sisingaan dalam berbagai acara resmi. Genjring Bonyok adalah bukti kreativitas masyarakat Subang yang pantang menyerah.
Di era modern ini, Genjring Bonyok tetap menjadi kebanggaan warga Subang. Setiap dentuman bedugnya mengingatkan kita pada semangat para pendahulu yang terus berkreasi di tengah keterbatasan.
(Aak)