BANDUNG,TM.ID: OpenAI sebuah perusahaan pengembangan chatbot kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) AI ChatGPT, di perkirakan akan bangkrut. Hal ini terungkap dari analisis Indian Journal, yang baru-baru ini dilaporkan oleh media Windows Central.
Beberapa poin OpenAI pada posisi saat ini yang mengkhawatirkan, seperti kebangkrutan. Misalnya dari biaya operasional ChatGPT yang tinggi hingga perbedaan pendapat di dalam perusahaan. OpenAI di katakan telah memompa 700.000 USD (sekitar Rp 10,7 miliar) per hari hanya untuk menjalankan satu layanan, yaitu AI chatbot ChatGPT. Angka tersebut belum termasuk biaya pembelian graphics processing unit (GPU) agar ChatGPT tetap berjalan lancar.
Seperti yang telah tahu sebelumnya, ChatGPT mengandalkan infrastruktur atau alat kecerdasan buatan AI (Artificial Intelligence) milik Microsoft, khususnya Azure, yang di dukung oleh puluhan hingga ribuan graphics processing unit (GPU) yang di produksi oleh Nvidia.
BACA JUGA: Teknologi Artificial Intelligence Voice Generators, Ancaman atau Keuntungan?
OpenAI juga akan menginvestasikan lebih banyak uang untuk membuat model bahasa yang berkembangnya, seperti GPT-3.5 di ChatGPT, yang lebih kuat dan cerdas.
Pasalnya, sejak peluncuran OpenAI, tercatat kerugian sebesar US$540 juta atau sekitar Rp8,26 triliun sejak peluncuran ChatGPT pada November 2022.
OpenAI sebenarnya sudah mendapatkan investasi dari sejumlah pihak, termasuk Microsoft. Kemitraan kedua perusahaan di perluas pada Februari 2023 melalui investasi sebesar US$10 miliar (Rp 151 triliun). Namun, dana investor ini tidak berkelanjutan karena dapat di hentikan.
OpenAI berupaya memonetisasi model bahasa GPT-3.5 (Used ChatGPT) dan GPT-4. Namun, upaya ini belum menghasilkan pendapatan yang cukup untuk mencapai titik impas. Masalah keuangan ini menjadi salah satu poin yang membuat para analis memprediksi bahwa OpenAI berada di ambang kebangkrutan.
Perusahaan yang dipimpin oleh CEO Sam Altman ini menargetkan penjualan tahunan sebesar $200 juta (sekitar Rp3 triliun) pada tahun 2023 dan $1 miliar (sekitar Rp15,3 triliun) pada tahun 2024.
Menurut analis, target pendapatan ini cukup ambisius mengingat jumlah kerugian yang semakin hari semakin meningkat.
BACA JUGA : Nikuba Aryanto Misel Dijual Rp15 miliar, Pakar ITB Beri Masukan
OpenAI API Bisa Menjadi Bumerang
Setelah meledak popularitasnya di awal tahun 2023, layanan ChatGPT saat ini sedang mengalami tren penurunan jumlah pengguna.
Menurut SimilarWeb, basis pengguna ChatGPT turun 12% pada Juli 2023 di bandingkan Juni 2023, dari 1,7 miliar pengguna menjadi 1,5 miliar pengguna. Penurunan ini terjadi pada pengguna yang menggunakan chatbot AI ChatGPT di situs web, kecuali OpenAI API (Application Programming Interface).
Analis menganggap API OpenAI berpotensi kontraproduktif dengan OpenAI. Memang, melalui API-nya, OpenAI menyediakan beberapa model bahasa sumber terbuka (LLM) hebat yang bebas di gunakan dan dapat kembali tanpa lisensi apa pun. Hal ini memungkinkan organisasi membuat chatbot AI mereka sendiri yang secara khusus di sesuaikan dengan kebutuhan organisasi.
Dalam kasus seperti itu, pengguna mungkin enggan memilih versi berbayar dari Chabot AI ChatGPT yang di sediakan oleh OpenAI. Ini akan mempersulit OpenAI untuk mencatat pendapatan yang stabil.
(Hafidah/Masnur)