Eksaminasi Vonis Ferdy Sambo, Pakai Kontruksi Terpaksa?

Penulis: Saepul

Eksaminasi vonis untuk Ferdy Sambo menurut salah satu pakar hukum foto (net)
[galeri_foto] [youtube_embed]

Bagikan

JAKARTA, TM.ID: Pakar hukum pidana, Chairul Huda menilai, vonis yang dijatuhkan hakim terhadap eks Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam), Ferdy Sambo bersandar pada kontruksi terpaksa.

Chairul jugs merupakan bagian dari delapan orang akademisi yang melakukan eksaminasi kajian  vonis Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan berencana kepada Nofriansyah Hutabarat alias Brigadir J.

“Ketika menulis eksaminasi, saya hanya berbekal pada putusan tingkat pertama atau pengadilan negeri, jadi tidak menjadi bagian dieksaminasi putusan di tingkat banding walaupun putusan banding ini hanya menguatkan saja,” ucap Chairul Huda.

BACA JUGA: Dakwaan Lukas Enembe Ditunda, Sidang Dijadwal Ulang

Dalam eksaminasi itu, kata Chairul, pasal pernyataan dan peran Ferdy Sambo dalam perkara pembunuhan kepada mantan ajudannya tersebut, sebagai auktor intelektual serta pelaku penembakan.

Ia menyimpulkan, kontruksi yang dibuat oleh hakim dinilai terpaksa karena berhadapan dengan dua persoalan, yang pertama Sambo dijerat dengan Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan adanya opini publik di luar pengadilan, terhadap mantan jenderal bintang dua itu.

Chairul menyebut, Sambo sebagai auktor intelektual, yang seharusnya tidak ikut serta bagian secara langsung, baik saat pelaksanaan ataupun perencanaan perkara.

Akan tetapi, pada sisi yang lain, hakim menyebut Sambo turun tangan atau menjadi pelaku utama dalam pembunuhan Brigadir J.

“Jadi konstruksi yang menjebak hakim sehingga berakrobatik di dalam pertimbangan-pertimbangan perkara ini,” ujar Chairul. “Ferdy Sambo dianggap menembak yang hanya didasarkan pada keterangan Richard tanpa atau tidak berkesesuaian dengan saksi-saksi lain, tidak berkesesuaian dengan barang buktinya, tidak berkesesuaian dengan keterangan ahlinya, tetapi itu terpaksa dilakukan untuk dapat mengkualifikasi Richard sebagai justice collaborator,” imbuhnya.

Belum lepas dari pasal pernyataan, ia menilai, pemahaman majelis hakim mengenai pembunuhan perencanaan Ferdy Sambo masih kurang tepat.

Chairul melanjutkan, pembunuhan berencana adalah kasus yang diperberat,sehingga bisa disebut berencana.

Kemudian, kasus pembunuhan berencana disebut sebagai pembunuhan yang tak mengkesampingkan pertimbangan, karena berbeda dengan pembunuhan spontan.

Oleh sebab itu, Chairul menilai, ada kesalahan hakim soal posisi terdakwa Putri Chandrawathi, Kuat Ma’ruf, dan Ricky Rizal Wibowo yang tidak memiliki kontribusi saat pembunuhan tersebut.

Ia hanya melihat ada kontribusi pembunuhan dari terdakwa Richard Eliezer dan Ferdy Sambo dalam pembunuhan berencana Brigadir J.

“Ini menurut saya satu hal menjadi kurang tepat di dalam pemahaman mengenai pasal ini. Bahwa Richard merenungkan apa yang mau dilakukan di kamar mandi, dia berdoa sebelum melakukan itu, itu suasana yang tenang mungkin buat dia untuk memikirkan perbuatannya. Apa hubungannya itu dengan yang lain yang tidak memberikan kontribusi terhadap matinya korban,” katanya.

Selanjutnya, akademisi dari Universitas Muhammadiyah Jakarta ini mengungkap hasil eksaminasi perkara Sambo soal motifnya.

Dari pandangan penasehat hukum menyebut, yang menjadi motif ada faktor pemerkosaan. Sedangkan versi jaksa, bahwa itu motifnya bukan perkosaan, melainkan perselingkuhan.

Namun, tim eksaminasi menilai hakim telah menolak kedua motif itu dan mengatakan motifnya adalah kecewa meski tak dijelaskan lebih lanjut alasannya.

Menurut Chairul, perkara-perkara yang belum memiliki titik terang atau belum terungkap, seharusnya tak cepat memberikan putusan hukuman mati.

“Jadi motifnya belum jelas tapi divonis mati, yang notabane ultrapetita. Ultrapetita itu boleh sepanjang tidak keluar dari dakwaan, tidak keluar dari ketentuan undang-undang, dan tidak boleh dijatuhkan tanpa pertimbangan yang cukup. Kalau motifnya tidak terungkap, maka ini belum pertimbangannya yang cukup,” tuturnya melansir Kompas, Senin (12/6/2023).

Seperti diketahui, dalam kasus pembunuhan berencana ada lima terdakwa termasuk Ferdy Sambo. Terdakwa pertama, Ferdy Sambo divonis hukuman mati.

Kedua, Putri Chandrawathi dijerat dengan hukuman penjara 20 tahun, serta Kuat Ma,ruf divonis 15 tahun penjara.

Adapun dua terdakwa lainnya, Ricky Rizal Wibowo divonis 13 tahun dan Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang berstatus justice collaborator (JC) dijatuhi pidana 1 tahun 6 bulan.

BACA JUGA: Ferdy Sambo Resmi Ajukan Kasasi atas Vonis mati

(Saepul/Dist)

Baca berita lainnya di Google News dan Whatsapp Channel
Berita Terkait
Berita Terkini
diskon tol
Diskon Tarif Tol untuk 110 Juta Orang, Pemerintah Siapkan Anggaran
IMG-20250309-WA0146-3348867044
Magomed Ankalaev Geram, Sindir Alex Pereira yang Terus Menghindar
Head Over Heels
tvN Bocorkan Poster dan Sinopsis Drakor Head Over Heels
Hijab Gen Z
Viral! Gaya Hijab Gen Z Ini Tuai Hujatan
IMG_1596
Menteri PKP Minta Kantor BP2P Jawa II Jadi Percontohan Nasional
Berita Lainnya

1

Suasana Asri di Pesawahan Kaki Gunung Malabar.

2

Polres Garut Tangkap Oknum Guru Ngaji, Diduga Cabuli 10 Anak di Cikajang

3

LPA Jabar Soroti Kebijakan Anak Sekolah Masuk jam 6 Pagi

4

Gunung Tangkuban Parahu Mengalami Peningkatan Aktivitas Gempa Vulkanik

5

Strategi Meningkatkan Pertumbuhan Bisnis UMKM
Headline
Tunjangan Guru Madrasah Cair Sebelum Lebaran
Mulai Juli 2025, Jam Masuk Sekolah di Jawa Barat Ditetapkan Pukul 06.30 WIB
Max-Verstappen-200-Grand-Prix-1187694081
Verstappen di Ujung Tanduk, Dihantui Regulasi Penalti Larangan Balapan
gunung tangkuban perahu
Aktivitas Gempa Gunung Tangkuban Perahu Meningkat, Masyarakat Diminta Jangan Panik
Satgas Antipremanisme, Farhan: Cicendo Termasuk Wilayah Beling
Soal Covid-19, Wali Kota Bandung: Sejauh Ini Terkendali

Dapatkan fitur lebih lengkap di aplikasi Teropong Media.