JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Ketua DPR RI, Puan Maharani menyatakan, bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset akan dilakukan setelah proses legislasi RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) diselesaikan lebih dulu.
Puan menegaskan, bahwa DPR RI mengikuti mekanisme yang berlaku dalam menyusun undang-undang. Ia menyebut, salah satu prioritas saat ini adalah menuntaskan pembahasan revisi KUHAP yang menjadi dasar hukum acara pidana di Indonesia.
“Pertama, memang sesuai dengan mekanismenya kami akan membahas KUHAP dulu,” kata Puan kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (7/5/2025).
Ia menyatakan DPR tidak ingin terburu-buru dalam membahas kedua rancangan undang-undang tersebut, mengingat keduanya menyangkut sistem hukum dan penegakan keadilan pidana yang kompleks.
Menurut puan, pembahasan yang tergesa-gesa berpotensi mengundang masalah dan bertentangan dengan prosedur legislasi yang semestinya.
“Kalau tergesa-gesa, nanti tidak akan sesuai dengan aturan yang ada dan kemudian tidak sesuai dengan mekanisme yang ada. Itu akan rawan,” tegas politisi PDI Perjuangan tersebut.
Puan juga menekankan pentingnya pelibatan publik dalam pembahasan kedua RUU tersebut. Ia mengatakan DPR akan membuka ruang aspirasi dari masyarakat luas dalam proses penyusunan KUHAP yang baru. Begitu pembahasan KUHAP selesai, barulah DPR akan melanjutkan ke RUU Perampasan Aset dengan prosedur yang sama.
“Setelah itu, baru kami akan masuk ke (RUU) Perampasan Aset. Bagaimana selanjutnya, ya itu juga kami akan minta masukan dan pandangan dari masyarakat secara menyeluruh,” ujarnya.
Pernyataan Puan tersebut sejalan dengan sikap Komisi III DPR RI dan Badan Legislasi (Baleg). Ketua Baleg sekaligus anggota Komisi III Bob Hasan sebelumnya menyatakan bahwa RUU KUHAP ditargetkan rampung pada tahun ini.
Ia menyebut pembahasan tengah berlangsung dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat melalui forum rapat dengar pendapat umum (RDPU).
“Dinyatakan bahwa oleh pimpinan (Komisi III) itu tahun ini akan diselesaikan,” kata Bob di Kompleks Parlemen, Selasa (6/5).
Ia mengatakan, proses partisipasi publik sudah mulai dijalankan. Salah satunya adalah dengan menyerap aspirasi dari kalangan akademisi, praktisi hukum, dan lembaga swadaya masyarakat untuk menyempurnakan isi RUU KUHAP yang baru.
“Ini contohnya, pada hari ini Komisi III menyelenggarakan proses partisipasi publik, mendapatkan masukan-masukan,” kata Bob.
Baca Juga:
Senada dengan itu, Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir menjelaskan bahwa KUHAP memiliki posisi sentral dalam sistem hukum pidana Indonesia. Menurutnya, KUHAP akan menjadi payung hukum utama dalam mengatur berbagai ketentuan, termasuk soal perampasan aset hasil tindak pidana.
“Seluruh pidana intinya di KUHAP. KUHAP ini nanti yang mengatur bagaimana tentang perampasan aset ini,” ujar Adies, Jumat (2/5).
RUU Perampasan Aset menjadi sorotan publik dalam beberapa waktu terakhir karena dianggap sebagai salah satu instrumen penting dalam memberantas kejahatan luar biasa seperti korupsi, pencucian uang, dan narkotika. RUU ini diharapkan dapat memberikan dasar hukum yang kuat bagi negara untuk menyita hasil kejahatan tanpa harus menunggu putusan pidana terlebih dahulu terhadap pelaku.
Namun hingga kini, RUU tersebut belum juga dibahas secara resmi oleh DPR meski sudah diajukan sejak masa pemerintahan sebelumnya. Banyak pihak menilai lambannya pembahasan RUU Perampasan Aset menunjukkan kurangnya komitmen politik dalam memperkuat upaya pemberantasan korupsi.
Meski begitu, Puan menegaskan bahwa DPR tetap berkomitmen menyelesaikan RUU tersebut dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian dan keterbukaan terhadap masukan publik.
“Semua akan melalui proses. Kita tidak ingin ada aturan yang nanti malah menjadi multitafsir atau melanggar prinsip-prinsip keadilan,” kata Puan.
Hingga saat ini, Komisi III DPR masih terus menggelar rapat-rapat pembahasan RUU KUHAP dan belum menetapkan tenggat waktu pasti untuk memulai pembahasan RUU Perampasan Aset.
(Dist)