JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — DPR RI mengambil langkah, dengan melakukan monitoring penulisan ulang sejarah nasional, yang digagas oleh Kementerian Kebudayaan.
Dalam keputusan pimpinan, DPR akan membentuk tim khusus supervisi khusus untuk memastikan proses penulisan itu, berjalan objektif dan tidak mengundang kontroversi pada publik.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyatakan, pembentukan tim ini sudah dibahas bersama Ketua DPR dan pimpinan lainnya.
“Setelah konsultasi dengan Ketua DPR dan sesama Pimpinan DPR lain nya maka DPR akan membentuk, menugaskan tim supervisi penulisan ulang sejarah, dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan DPR RI,” kata Dasco dalam keterangan tertulis, Minggu (6/7/2025).
Adapun tim supervisi akan diisi oleh anggota Komisi III dan Komisi X DPR RI. Keduanya akan bekerja pada bagian hukum, pendidikan, dan kebudayaan yang terkait dalam pengawasan penulisan sejarah ulang.
BACA JUGA:
Ahmad Dhani Beri Wejangan Tajam ke Fadli Zon soal Penulisan Ulang Sejarah Indonesia
“Yang terdiri dari komisi hukum Komisi III, dan komisi pendidikan dan kebudayaan Komisi X untuk melakukan supervisi terhadap penulisan ulang sejarah yang dilakukan oleh Kementerian Kebudayaan,” ujar Dasco.
Ia juga menegaskan, tim supervisi akan memperhatikan secara konsen hal-hal yang berpotensi menjadi polemik kontroversi, guna tidak menuai ketengan publik.
“Akan menjadi perhatian khusus oleh tim ini dalam melakukan supervisi terhadap penulisan ulang sejarah yang dilakukan tim yang dibentuk oleh Kementerian Kebudayaan,” ucap Dasco.
Hal itu, dalam menyusul timbulnya sejumlah kontroversi dalam proses penulisan ulang sejarah, salah satunya terkait pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon terkait diksi ‘pemerkosaan massal’ dalam konteks kerusuhan Mei 1998.
Fadli sebelumnya mengakui peristiwa pemerkosaan tersebut, dan mengecam keras tindakan itu.
Akan tetapi, penggunaan diksi ‘massal’ tersirat makna tertentu.
“Begitu juga dengan kerusuhan Mei kerusuhan Mei itu kan suatu kerusuhan yang telah menimbulkan banyak korban korban jiwa korban harta termasuk perkosaan. nah dan juga kita mengutuk,” kata Fadli saat Rapat Kerja bersama Komisi X di DPR RI, Rabu (2/7/2025).
Menurutnya, pernyataan dirinya tidak terkait dengan proyek penulisan ulang sejarah nasional. Pernyataan itu, diutarakan sebagai pemilihan diksi yang digunakan.
“Karena itu sebenarnya saya tidak bukan urusan soal penulisan sejarah itu adalah pendapat saya pribadi soal itu. Soal massal itu diksi massal kenapa? massal itu sangat identik dengan terstruktur dan sistematis,” ujarnya.
(Saepul)