BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Hukum asal berkurban tidak wajib. Melansir Nu Online, hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Imam Baihaqi dan lainnya dengan sanad hasan.
أَنَّ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ كَانَا لَا يُضَحِّيَانِ مَخَافَةَ أَنْ تَرَى النَّاسُ ذَلِكَ وَاجِبًا
Artinya, “Sesungguhnya Abu Bakar dan Umar keduanya dulu pernah tidak berkurban karena khawatir orang-orang menganggapnya sebagai sebuah kewajiban.” (HR: Al-Baihaqi).
Hadits ini menunjukkan bahwa hukum asal kurban adalah tidak wajib melainkan sunah. Khitab kesunahan kurban adalah bagi orang yang mampu. Lantas bagaimana hukumnya seseorang yang tidak mampu namun tetap ingin berkurban dengan cara berutang?
Orang yang Mampu Berkurban
Orang yang dianggap mampu dalam berkurban adalah mereka yang memiliki harta melebihi kebutuhannya dan orang-orang yang wajib ditanggung kebutuhannya. Sebagaimana dijelaskan Imam Az-Zarkaysi yang dikutip dari Imam Khatib as-Syarbini dalam kitabnya.
قَالَ الزَّرْكَشِيُّ: وَلَا بُدَّ أَنْ تَكُونَ فَاضِلَةً عَنْ حَاجَتِهِ وَحَاجَةِ مَنْ يَمُونُهُ عَلَى مَا سَبَقَ فِي صَدَقَةِ التَّطَوُّعِ؛ لِأَنَّهَا نَوْعُ صَدَقَةٍ اهـ
Artinya, “Imam Az-Zarkasyi berkata: “Dan kurban itu diharuskan merupakan sisa dari kebutuhan diri seseorang dan orang-orang yang harus ia penuhi. Seperti penjelasan yang telah lalu dalam pembahasan sedekah sunah, karena kurban merupakan macam dari sedekah.”
وَظَاهِرُ هَذَا أَنَّهُ يَكْفِي أَنْ تَكُونَ فَاضِلَةً عَمَّا يَحْتَاجُهُ فِي يَوْمِهِ وَلَيْلَتِهِ وَكِسْوَةِ فَصْلِهِ كَمَا مَرَّ فِي صَدَقَةِ التَّطَوُّعِ وَيَنْبَغِي أَنْ تَكُونَ فَاضِلَةً عَنْ يَوْمِ الْعِيدِ وَأَيَّامِ التَّشْرِيقِ، فَإِنَّهُ وَقْتُهَا
Artinya, “Nampaknya (perkataan Az-Zarkasyi di atas) ini cukup adanya kurban sebagai sisa dari apa yang menjadi kebutuhan (sandang pangan) pada malam dan harinya, seperti penjelasan yang lalu, bab sedekah sunah. Dan sebaiknya kurban itu merupakan sisa kebutuhan (sandang pangan) pada hari raya Idul Adha dan hari-hari Tasyrik, karena itulah waktu berkurban.” (Syamsuddin Muhammad Ibn Ahmad al-Khatib as-Syarbini, Muhnil Mughtaj, [Bairut, Darul Kutub Ilmiyah: 1994 M], juz VI halaman 123).
Penjelasan ini memberikan pemahaman bahwa orang yang mampu dalam berkurban adalah orang yang dengan berkurban hartanya masih sisa untuk kebutuhan sandang pangan dirinya sendiri dan orang-orang yang harus ia penuhi kebutuhannya pada saat hari raya kurban dan 3 hari tasyrik.
Hukum Berutang untuk Membeli Hewan Kurban
Kemudian, bagaimana dengan seseorang yang tidak mempunyai harta untuk membeli hewan kurban, namun memaksakan diri untuk berkurban dengan cara berutang? Lebih baik hal ini tidak dilakukan. Sebagaimana terdapat dalam Fatawa Darul Ifta’ Yordan yang diterbitkan pada 11 November 2013 dengan nomor fatwa 2856:
فمن كان لا يملك ثمنها زائداً عن نفقته ونفقة عياله فليس بمستطيع، والأفضل ألا يستدين للأضحية؛ لأنه يحمل نفسه فوق طاقتها، ويخشى عليه العجز عن سداد الدين بالموت أو غيره
Artinya, “Barang siapa tidak memiliki harta senilai harga hewan kurban dan masih sisa untuk menafkahi diri dan keluarganya maka ia bukanlah orang yang mampu. Yang lebih utama baginya adalah tidak berutang untuk berkurban. Karena dengan demikian ia telah membawa dirinya pada keadaan yang melampaui kemampuannya. Dan dikhawatirkan ia tidak mampu untuk melunasinya sebab mati atau yang lainnya.”
وعلى أي حال إذا ضحى من مالٍ حلالٍ أضحية مستوفية الشروط فهي أضحية مقبولة إن شاء الله تعالى، وإن كان قد استدان ثمنها، وكلف نفسه ما لا يجب عليه
“Dan bagaimanapun juga jika seseorang berkurban dengan harta halal dan telah terpenuhi syarat-syaratnya maka Insya Allah kurbannya diterima, meskipun untuk membelinya ia berutang dan membebani dirinya sendiri pada perkara yang tidak wajib baginya.”
BACA JUGA: Daftar Harga Sapi Kurban, ini Cara Memilih Sesuai Syariat Islam
Jadi, orang yang tidak mampu membeli hewan kurban sebaiknya jangan memaksakan diri untuk tetap berkurban dengan cara berutang. Karena ini malah akan memberatkan dirinya di kemudian hari.
(Kaje/Budis)