JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Kehidupan Wahyudin Moridu, anggota DPRD Provinsi Gorontalo yang dicopot dari jabatan gegara video viral berisikan narasi merampok uang negara, mengalami titik balik yang cukup menyedihkan gegara kelakuannya sendiri.
Selain dicopot jabat, Wahyudin juga diberhentikan sebagai kader PDI Perjuangan.
“Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partai telah secara resmi mengeluarkan sanksi terberat, yaitu pemecatan,” kata Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDIP Provinsi Gorontalo, La Ode Haimuddin, pada Minggu (21/9/2025).
Melalui PAW, posisi yang ditinggalkan Wahyudin akan diisi oleh calon cadangan dari partai yang sama, memastikan kursi DPRD tetap penuh dan fungsi legislatif berjalan optimal.
Pemecatan ini bukan hanya mengakhiri karier politik Wahyudin, tetapi juga memaksa dirinya kembali ke titik nol.
Dalam siaran langsung melalui akun TikTok istrinya pada Sabtu (20/9/2025) malam, ia menyampaikan pengakuan yang menggetarkan publik.
“Saya minta maaf. Jika sekalipun ada demo mengenai saya di kantor, saya akan menemui pendemo dan akan langsung meminta maaf,” ujarnya dalam live yang ditonton ribuan orang.
Tak berhenti di situ, Wahyudin mengaku siap meninggalkan panggung politik dan kembali ke profesinya sebelum menjadi legislator: sopir truk.
“Saya kembali menjadi sopir truk,” katanya dengan nada pasrah.
Perbandingan penghasilan antara sopir truk dan anggota DPRD sungguh kontras.
Sopir truk biasanya digaji Rp2–4 juta per bulan dengan jam kerja panjang dan beban berat menjaga keselamatan muatan.
Sementara itu, seorang anggota DPRD menikmati gaji pokok Rp5–7 juta, tunjangan jabatan, fasilitas dinas, hingga jaminan sosial dari negara.
Dunia yang berbeda 180 derajat dan kini Wahyudin harus kembali ke jalanan berdebu, meninggalkan kenyamanan kursi empuk parlemen.
Kejatuhan Wahyudin Moridu
Semua ini berawal dari video kontroversial yang viral di media sosial. Dalam rekaman berdurasi singkat, Wahyudin bersama seorang perempuan terlihat santai menyebut perjalanannya ke Makassar menggunakan uang negara.
Bahkan, ia melontarkan kalimat yang dianggap melecehkan masyarakat:
“Hari ini menuju Makassar menggunakan uang negara. Kita rampok aja uang negara ini kan. Kita habiskan aja, biar negara ini makin miskin,” ucapnya sambil tertawa.
Lebih fatal lagi, ia terang-terangan mengakui bahwa perempuan di sampingnya adalah “hugel” atau kekasih gelap yang ikut serta dalam perjalanan dinas.
Ucapan itu sontak memicu kemarahan publik. Bagi masyarakat, pernyataan tersebut bukan hanya arogansi, tetapi juga penghinaan dari seorang pejabat publik yang seharusnya menjaga martabat lembaga legislatif.
Baca Juga:
Jokowi Jadi Dewan Penasihat di Forum Ekonomi Elit Global, Buatan Tokoh Penting Yahudi!
Jejak Panjang Kontroversi Wahyudin
Nama Wahyudin bukan kali ini saja terseret dalam pusaran kontroversi. Lahir di Desa Kota Raja, Kecamatan Dulupi, Kabupaten Boalemo, tahun 1995, ia dikenal sebagai politisi muda dengan latar belakang keluarga politikus.
Ayahnya, Darwis Moridu, adalah mantan Bupati Boalemo.
Karier politik Wahyudin dimulai di DPRD Kabupaten Boalemo, tempat ia menjabat selama tiga periode. Ia kemudian melompat ke panggung provinsi dan menjadi anggota DPRD Gorontalo periode 2024–2029.
Dari Fraksi PDIP, ia duduk di Komisi I yang membidangi hukum dan pemerintahan.
Namun, catatan kelam pernah menodai perjalanan politiknya. Pada Maret 2020, Wahyudin ditangkap bersama dua anggota DPRD lain di Jakarta dalam kasus penyalahgunaan narkoba.
Ia bahkan mengaku sempat kecanduan selama bertahun-tahun sebelum akhirnya menjalani rehabilitasi.
Kini, perjalanan Wahyudin sebagai anggota DPRD resmi berakhir. Dari kursi parlemen yang terhormat, ia kembali ke setir truk yang sederhana.
Dari ruang sidang legislatif yang dingin ber-AC, ke jalanan panjang yang penuh debu dan panas matahari.
Kisah ini bukan hanya tentang jatuhnya seorang politisi muda, tetapi juga menjadi pelajaran pahit tentang bagaimana satu ucapan dan tindakan bisa menghancurkan karier yang dibangun bertahun-tahun.
Bagi PDIP, pemecatan Wahyudin adalah bentuk tegas menjaga marwah partai. Bagi masyarakat, keputusan ini adalah jawaban atas rasa kecewa.
Dan bagi Wahyudin sendiri ini adalah titik balik. Dari seorang anggota dewan termuda di Gorontalo, kini ia harus memulai lagi dari awal, dengan setir truk di tangannya.