BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa melaporkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 per 31 Agustus 2025 mengalami defisit sebesar Rp321,6 triliun atau 1,35 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
“Defisit APBN Rp321,6 triliun atau 1,35 persen PDB,” kata Purbaya dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi September 2025 di Jakarta, Senin (22/9/2025) dilansir dari Antara.
Angka defisit kas negara ini tercatat terus melebar dibandingkan dengan nilai defisit pada akhir Juli 2025 lalu yang tercatat sebesar Rp283,6 triliun atau setara 0,84 persen dari PDB.
Adapun kenaikan defisit APBN pada Agustus 2025 ini disebabkan oleh realisasi belanja negara yang bertambah lebih besar dibandingkan dengan kenaikan pendapatan negara.
Pendapatan Negara
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan pendapatan negara per 31 Agustus terkumpul sebesar Rp1.638,7 triliun atau 57,2 persen dari proyeksi (outlook) APBN tahun ini.
Komponen penerimaan lainnya juga tercatat mengalami penurunan, termasuk penerimaan pajak.
Serapan dari perpajakan turun sebesar 3,6 persen dengan nilai realisasi Rp1.330,4 triliun atau 55,7 persen dari outlook. Untuk penerimaan dari pajak, nilainya terkoreksi sebesar 5,1 persen dengan nilai realisasi Rp1.135,4 triliun atau 54,7 persen dari outlook.
Meski penerimaan dari pajak turun, penerimaan kepabeanan dan cukai menunjukan tren positif. Komponen ini mencatat pertumbuhan sebesar 6,4 persen dengan realisasi Rp194,9 triliun yang setara 62,8 persen dari outlook.
Disisi lain, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) turun signifikan sebesar 20,1 persen. PNBP tercatat mencapai Rp306,8 triliun atau 64,3 persen dari outlook.
Baca Juga:
Revisi Postur RAPBN 2026: Tambah Belanja Negara Hingga Perlebar Defisit
Ambisi Prabowo APBN Nol Defisit di 2027/2028, Realistis atau Motivasi Politik?
Belanja Negara
Sementara itu, belanja negara tercatat terus meningkat. Belanja negara per 31 Agustus 2025 tercatat sebesar Rp1.960,3 triliun atau 55,6 persen dari outlook.
Belanja pemerintah pusat (BPP) juga tumbuh 1,5 persen, dengan realisasi Rp1.388,8 triliun atau setara 52,1 persen dari outlook.
Namun, perlambatan terjadi pada belanja kementerian/lembaga (K/L) yang terkoreksi 2,5 persen dengan realisasi Rp686 triliun yang setara 53,8 persen dari outlook.
Berbeda dengan belanja K/L, belanja non-K/L terakselerasi sebesar 5,6 persen dengan realisasi Rp702,8 triliun atau 50,6 persen dari outlook.
Sedangkan realisasi transfer ke daerah (TKD) tercatat sebesar Rp571,5 triliun atau 66,1 persen dari outlook. Realisasi ini tumbuh sebesar 1,7 persen.
Dengan realisasi tersebut, keseimbangan primer tercatat menunjukan nilai surplus Rp22 triliun. Dengan surplus keseimbangan primer tersebut, Purbaya menilai kondisi fiskal dapat dikatakan masih cukup memadai untuk mengelola pendapatan, belanja dan utang negara.
(Raidi/Aak)