BANDUNG,TM.ID: Menanggapi sengketa yang dimohonkan oleh Yayasan Advokasi Hak Konstitusi (Yakin) kepada KPU (Komisi Pemilihan Umum) ke KIP (Komisi Informasi Pusat) Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati, meminta agar KPU tidak menuntup diri dalam mengindari adanya sebuah kecurangan publik.
Menurut Neni, masyarakat mempunyai hak untuk tahu perihal informasi publik. Sebab hal demikian tidak akan mengecam keamanan negara.
Pengadaan kerjasama yang dilakukan oleh KPU RI dan Perusahaan raksaan teknologi, yaitu Alibaba yang berasal dari Tiongkok, perihal Sirekap (sistem informasi dan rekapitulasi) menaruh kecurigaan publik.
Neni menyampaikan tindakan yang diambil oleh KPU justru membuat proses pemilu mencapai titik terendah dalam demokrasi.
Di lain sisi, Alfons Tanujaya, seorang ahli keamanan siber dan forensik digital dari Vaksincom, menegaskan bahwa kontrak pengadaan antara KPU dan Alibaba seharusnya diungkapkan kepada publik.
Ia menyatakan bahwa KPU tidak perlu khawatir untuk mengungkapnya jika tidak ada penyimpangan yang dilakukan.
“Kalau ada informasi yang sifatnya rahasia silahkan dikecualikan,” ujar Alfons, Rabu (13/3/2024.
Meskipun demikian, Alfons mempunyai pandangan bahwa detail terkait struktur dan server Sirekap seharusnya dapat diakses oleh masyarakat secara terbuka.
BACA JUGA: KPU Sebut Hasil Rekapitulasi Suara Tanpa Tanda Tangan Saksi Tetap Sah
Hal ini dimaksudkan agar masyarakat memiliki kesempatan untuk melakukan audit guna menilai apakah proses pengadaan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau tidak.
“Bisa diaudit apakah sudah sesuai dengan kepatutan dan aturan, apakah ada kesetaraan kesempatan bagi semua penyedia layanan, dasar apakah yang digunakan KPU dalam memutuskan pemenang kontrak. Keterbukaan penting untuk menghindari dan menangkal prasangka,” pungkas Alfaons, mengutip mediaindonesia.
(Vini/Usk)