BANDUNG, TM.ID: Pengamat Politik Unpad, Muradi menyebut daya tawar Ridwan Kamil di Pilpres 2024 untuk disandingkan sebagai calon wakil presiden (Wapres) kurang menjanjikan dalam menangguk suara di Jawa Barat. Padahal sejauh ini figur Gubernur Jawa Barat tersebut selalu masuk dalam radar politik sejumlah lembaga survey karena daya tawarnya yang tinggi atas elektabilitas mencolok.
Karena itulah PDI Perjuangan memasukkan namanya sebagai kandidat calon pasangan Ganjar Pranowo, yang diusung sebagai capres di Pilpres 2024 mendatang. Masuknya nama Emil ini sendiri dalam bursa cawapres bukan tanpa alasan, kapasitasnya sebagai Gubernur Jawa Barat disinyalir mampu mendongkrak suara. Apalagi Jabar memiliki magnet tersendiri, karena berdasarkan data yang dirilis Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk Pemilu 2024, jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) terbesar di Indonesia dengan angka 35.714.901.
BACA JUGA: 2 Indikator Ridwan Kamil Lebih Mengarah ke Pilgub 2024
Daya Tawar Ridwan Kamil di Pilpres 2024
Selanjutnya, Guru Besar Ilmu Politik & Keamanan Unpad ini mengatakan, hal tersebut tidak akan membantu banyak karena kecenderungan masyarakat Jawa Barat lebih condong pada figur capres dan bukan cawapres. Meski sekaliber Emil sekalipun yang dijadikan cawapres.
“Saya meyakini, siapapun yang memilih RK di Jabar jadi cawapres berat juga menang, karena figurnya bukan figur penentu (untuk) cawapres ini. Justru capres ini yang dominan makanya perlu diuji betul. Sampai hari ini saya enggak lihat. Kalau rujuk ke RK, dia menang Pilkada kemarin hanya 32 persen,” ujarnya di Hotel Savoy Homann baru-baru ini.
Dia melanjutkan, kemungkinan besar masyarakat Jabar akan cenderung memilih capres-cawapres lain, ketimbang memilih pasangan yang disandingkan dengan Emil. Dia memprediksi, maksimal sosok Emil hanya akan mampu mendongkrak tidak lebih dari 10 persen suara di Jabar. Sebab, figur capres lebih menjadi daya tarik ketimbang cawapres.
“Memang itu jauh dari dukungan publik yang besar, artinya memang orang memiliki kecenderungan untuk memilih calon lain diluar yang diusung bersama RK. Mungkin ada tambahan 5-10 persen. Tapi kan enggak besar. Ganjar dengan RK misal, kalau dibandingkan katakanlah Prabowo dengan ET (Erick Thohir). Saya meyakini di Jabar ini Prabowo. Bukan karena ET atau RK-nya tapi karena figur Prabowo ini,” ucapnya.
BACA JUGA: Bukan Ganjar, Jokowi Dukung Prabowo di Pilpres 2024?, Ini Kata Pengamat
Sementara mengenai belum ada riak-riak yang menonjol, baik dari capres maupun partai koalisi hingga saat ini. Muradi meyakini antara Agustus-September mendatang, partai politik baru akan mulai melakukan kampanye secara massif. Dia pun menilai, besar kemungkinan jumlah capres akan terkunci pada tiga figur tersebut hingga kontestasi Pilpres 2024 dihelat.
“Saya kira ada dinamikanya sekarang masih di elit, kemarin reshuffle. Agustus-September mulai ramai lagi. Saya punya keyakinan, figur cawapres tidak cukup dominan untuk bisa memengaruhi dinamika. Makanya cukup tiga orang ini. Saya tidak melihat sesuatu akan punya daya gejolak yang besar dengan posisi hari ini. Mana yang paling siap, itu yang akan menang di Pilpres. Publik akan menilai, hari ini sudah melihat. Mereka memutuskan akan memilih siapa,” imbuhnya.
BACA JUGA: Kader Muda Dukung Dewan Pakar Golkar Turunkan Airlangga
Sedangkan terkait Ketum Golkar Airlangga Hartarto yang tengah digoyang isu Munaslub dan dugaan kasus korupsi CPO (Crude Palm Oil), Muradi menilai tidak terlalu berpengaruh dalam konstelasi Pilpres. Sebab daya tawarnya sebagai ketua umum, kurang menonjol baik untuk menjadi figur cawapres, apalagi capres. Bahkan menurutnya, elektabilitasnya pun masih kalah jauh dengan Emil yang belum terlalu lama bergabung dalam Partai Golkar.
“Kalau Airlangga tsk (tersangka), saya kira Munaslub harus ada karena yang bisa memberhentikan Airlangga jadi tsk dulu, kemudian respon dari internal. Sampai hari ini ukurannya capres dan cawapres dia tidak muncul, dia masuk tier III. Di bawah tiga persen dibanding yang lain. Dengan partai sebesar itu, minimal tier II. Bahkan dia kalah moncer dengan RK yang baru masuk Golkar beberapa bulan lalu,” tutupnya.
(Dang Yul)