BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID – Dalam dunia yang serba kompetitif seperti MotoGP, jarang ada ruang untuk berandai-andai. Namun Marc Marquez yang dikenal sebagai pebalap berani dan penuh perhitungan membiarkan dirinya bermain dengan imajinasi.
Dalam sebuah wawancara bersama TNT Sport, pebalap pabrikan Ducati itu menyusun grid impiannya: sebuah balapan lintas zaman yang mengumpulkan legenda-legenda terbaik dunia roda dua.
Enam nama muncul dari mulut Marquez, masing-masing mewakili era, gaya balap, dan kenangan yang berbeda, yakni Dani Pedrosa, Jorge Lorenzo, Valentino Rossi, Casey Stoner, Mick Doohan, dan dirinya sendiri.
“Grid impian saya adalah Dani Pedrosa, Lorenzo, Valentino, lalu Stoner, Doohan, dan saya,” ujar Marquez.
Apa yang membuat pilihan ini istimewa bukan sekadar reputasi para pebalap itu, tapi juga cerita personal yang melekat di balik tiap nama.
Dani Pedrosa, misalnya, bukan juara dunia kelas utama. Tapi bagi Marquez, Pedrosa adalah mentor diam-diam sumber ilmu teknik dan ketenangan di garasi Repsol Honda.
“Dani mungkin kecil secara fisik, tapi dia pebalap yang sangat besar dalam hal wawasan dan teknik,” ujar Marquez.
Jorge Lorenzo, sang arsitek kecepatan bersih, adalah satu-satunya dari daftar ini yang pernah menjegal Marquez dalam perebutan gelar.
Baca Juga:
Pimpin Klasemen MotoGP 2025, Alex Marquez Akui Jalan Masih Panjang
Musim 2015 jadi saksi, Marquez yang masih labil dengan motor Honda harus mengakui dominasi Lorenzo.
Valentino Rossi hadir di daftar itu bukan karena angka semata, tapi karena ia adalah pusat gravitasi MotoGP selama dua dekade. Meskipun relasi mereka sempat memanas, Marquez tak bisa memungkiri bahwa duel dengan Rossi di Qatar, Assen, atau Barcelona adalah bagian penting dari kariernya.
Kemudian ada Casey Stoner, yang dikenal sebagai penyihir motor sulit. Andai Stoner tidak pensiun lebih cepat, bisa jadi ia akan berbagi garasi dengan Marquez. Gaya balap mereka sering dibandingkan: eksplosif, penuh insting, dan tak pernah setengah hati.
Terakhir, Mick Doohan, raja Honda di era 90-an. Meski tak pernah saling membalap, Marquez melihat refleksi dirinya dalam dominasi Doohan, keduanya adalah simbol kejayaan Honda di dua zaman berbeda.
Yang membuat daftar ini menarik adalah bagaimana garis waktu seolah kabur. Seandainya teknologi bisa mempertemukan keenam nama ini dalam satu grid, balapan seperti apa yang akan terjadi?
Pilihan Marquez memperlihatkan bahwa dalam dunia balap, kecepatan bukan satu-satunya ukuran kebesaran. Kadang, pengaruh, gaya, dan jejak yang ditinggalkan justru membentuk sosok legendaris.
Grid impian ini bukan hanya simulasi, tapi juga penghormatan atas sejarah, emosi, dan keajaiban lintas generasi.
Dan untuk para penggemar MotoGP, imajinasi seperti ini meski tak mungkin terwujud adalah bahan bakar nostalgia dan kekaguman yang tak pernah habis.
(Budis)