JAKARTA,TEROPONGMEDIA.ID — Koordinator Kawal Pemilu dan Demokrasi (KPD) Miftahul Arifin meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan juga pihak terkait, yakni Pemerintah, DPR, Bawaslu serta DKPP untuk segera melakukan perubahan pada PKPU. Perubahan dimaksud adalah bahwa dua periode dihitung saat menjabat Plt/Pj bukan dimaknai saat mulai jabatan definitif.
Hal ini mengingat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 2/PUU-XXI/2023 yang menolak seluruhnya permohonan Bupati Kutai Kartanegara Edi Darmansyah tentang kepastian hukum antara Plt/Pj/Plh agar tidak disamakan dengan definitive.
“Putusan tersebut memiliki dampak terhadap kontestasi pilkada serentak 2024 mengingat putusan Mahkamah Konstitusi punya kekuatan hukum dan mengikat (final and binding),” Jelas pria yang biasa disapa Miftah, Rabu (15/5/2024).
Menurutnya, Mahkamah dengan tegas menyatakan masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih adalah sama dan tidak membedakan “masa jabatan yang telah dijalani” tersebut, baik yang menjabat secara definitif maupun penjabat sementara.
BACA JUGA: Kuasa Hukum Antam: Hakim Harus Tolak PKPU Budi Said karena Masuk Investigatif BPK!
“Putusan itu punya implikasi terhadap pencalonan kepala daerah seluruh Indonesia dengan kasus yang sama. Artinya siapapun itu yang pernah menjabat kepala daerah difinitif lalu dilanjutkan sebagai Plt maka yang bersangkutan terhitung menjabat satu kali masa jabatan,” terang Miftah.
Koordinator KPD Bidang Hukum, Abd Latif menambahkan Dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/PUU-VII/2009 juga menyatakan “masa jabatan yang dihitung satu periode adalah masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih dari setengah masa jabatan”.
“Ini juga dikuatkan kembali dalam pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUUXVIII/2020 yang menyatakan, setengah masa jabatan atau lebih dihitung satu kali masa jabatan. Artinya, jika seseorang telah menjabat Kepala Daerah atau sebagai Pejabat Kepala Daerah selama setengah atau lebih masa jabatan, maka yang bersangkutan dihitung telah menjabat satu kali masa jabatan,” tukasnya.
Permohonan dimaksud terkait uji materi Pasal 7 Ayat (2) huruf n Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016. yang menyatakan, “belum pernah menjabat sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama untuk Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, dan Calon Wakil Walikota;”
(Agus Irawan/Usk)