BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID – Dalam beberapa musim terakhir, dominasi Honda dan Yamaha di ajang MotoGP mulai meredup, dua pabrikan Jepang itu terlihat kesulitan menghadapi persaingan yang semakin ketat dari pabrikan Eropa seperti Ducati, Aprilia, dan KTM.
General Manager Ducati, Gigi Dall’Igna, mengatakan tentang penyebab kemunduran ini, memberikan perspektif menarik dari sudut pandang pabrikan pesaing.
Kemunduran Honda dan Yamaha begitu terasa dalam dua sampai tiga musim terakhir. Kejayaan yang dulu mereka nikmati seakan memudar, dengan Honda bahkan terlihat paling merana pada musim MotoGP 2024.
Tim yang terkenal dengan dominasi bersama Marc Marquez kini sering finis di posisi terbawah, baik oleh pembalap tim utama Repsol Honda maupun LCR Honda.
Sementara Honda dan Yamaha tertatih-tatih, pabrikan Eropa seperti Ducati tidak hanya mengembangkan motor yang kompetitif tetapi juga memperluas pengaruh mereka dengan delapan motor di lintasan selama dua musim terakhir.
Ducati kini dianggap memiliki motor terbaik, Desmosedici GP, yang membuat mereka unggul dalam persaingan. Aprilia dan KTM juga menunjukkan peningkatan signifikan, menambah tekanan bagi pabrikan Jepang tersebut.
Menurut Gigi Dall’Igna, kemunduran pabrikan asal Jepang tersebut bukan karena pandemi Covid-19 atau masalah finansial, melainkan sikap arogansi yang muncul saat Honda dan Yamaha berada di puncak kejayaan.
“Mereka telah meremehkan lawan-lawannya. Dan ini yang selalu jadi masalah,” ungkap Dall’Igna kepada Motosan.es, dikutip Selasa (25/6/2024).
Dall’Igna menyoroti era dominasi Honda bersama Marc Marquez yang membuat mereka terlena dan mengabaikan ancaman dari pabrikan lain.
“Memiliki pembalap yang sangat kuat mungkin membuat Anda merasa dia bisa menyelesaikan masalah untuk Anda,” ujarnya.
BACA JUGA: Psy War Marc Marquez ke Bagnaia Jelang MotoGP 2025: Garasi Harus Tenang, Perang di Lintasan
Dall’Igna menilai, keberhasilan yang berkelanjutan dalam balapan memerlukan kewaspadaan terus-menerus dan adaptasi terhadap perkembangan kompetitor. Keberadaan seorang megabintang seperti Marquez mungkin membuat Honda merasa terlalu percaya diri, menganggap kemenangan akan datang dengan sendirinya tanpa perlu inovasi lebih lanjut. Ini adalah kesalahan strategis yang sekarang mereka bayar mahal.
“Padahal, tidak begitu. Bahkan ketika Anda punya seorang juara, Anda tetap harus terus bekerja keras karena Anda harus memberikan pembalap Anda motor terbaik, mendengarkan semua pembalap Anda,” jelasnya.
Kejatuhan Honda dan Yamaha memberikan pelajaran berharga bagi semua pabrikan di MotoGP. Kesuksesan yang berkelanjutan memerlukan keseimbangan antara keyakinan dan kewaspadaan. Sikap meremehkan lawan dapat menjadi bumerang, seperti yang dialami oleh dua raksasa Jepang tersebut. Ducati, di sisi lain, terus menunjukkan bahwa kerja keras, inovasi, dan adaptasi adalah kunci untuk mempertahankan posisi puncak.
Kemunduran Honda dan Yamaha membuka peluang bagi pabrikan lain untuk bersinar. Dengan terus mendorong batas inovasi dan tidak pernah meremehkan kompetitor, pabrikan seperti Ducati, Aprilia, dan KTM dapat terus meningkatkan daya saing mereka di MotoGP.
Bagi Honda dan Yamaha, ini adalah momen refleksi dan kesempatan untuk bangkit kembali dengan strategi yang lebih kuat dan inovatif.
(Budis)