BANDUNG,TEROPONGMEDIA.ID — Zakat fitrah atau zakat al-fitr adalah zakat yang wajib kepada oleh setiap Muslim selama bulan Ramadan. Zakat ini harus keluar sekali dalam setahun pada bulan Ramadan sebelum pelaksanaan shalat Idul Fitri.
Menurut laman resmi Baznas, zakat fitrah dalam bentuk bahan makanan pokok yang sesuai dengan kebiasaan masyarakat setempat. Jumlah zakat fitrah yang harus keluar adalah 2,5 kg atau 3,5 liter per orang.
Namun, apakah boleh memberikan zakat fitrah kepada orangtua sendiri? Mari kita simak penjelasannya!
1. Asnaf atau golongan penerima zakat
Sebelum mengetahui jawabannya, kita perlu melihat jenis golongan orang yang termasuk sebagai penerima zakat. Golongan ini berlaku baik untuk zakat fitrah maupun zakat mal. Hukum mengenai golongan ini tertera dalam Surat At-Taubah ayat 60 yang berbunyi:
“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” (QS. At-Taubah:60)
Dari ayat di atas, zakat hanya boleh kepada mereka yang fakir, miskin, amil zakat, mualaf, hamba sahaya, gharimin (orang yang berutang), fisabilillah (orang yang berjuang di jalan Allah), dan ibnu sabil (orang yang sedang dalam perjalanan jauh dan mengalami kesulitan).
Menurut mazhab Maliki, memberikan saran untuk memberikan zakat kepada mereka yang sangat membutuhkan daripada kelompok lainnya.
BACA JUGA : 5 Tips Pintar Memilih Lembaga Amil Zakat yang Amanah
2. Hukum memberikan zakat kepada orangtua sendiri
Sementara itu, para ulama Islam telah mengategorikan anggota keluarga ke dalam 3 jenis utama: kerabat dekat/sedarah (Usool), kerabat jauh (Furu’), dan pasangan. Tergantung dari kategori mana kerabat tersebut termasuk, mereka dapat menerima zakat dari kita.
Orangtua termasuk dalam kerabat langsung/Usool. Ulama mazhab Hanafi dan Hanbali berpendapat bahwa orang-orang tersebut tidak boleh menerima zakat atau ditawari zakat. Hal ini berdasarkan pada hadis Nabi (SAW) di mana beliau bersabda:
“Kamu dan hartamu adalah milik ayahmu.”
Karena mereka yang termasuk dalam kategori ini adalah keturunan langsung dari orang yang memberikan zakat, maka secara tidak langsung akan memberikan keuntungan kepada pemberi zakat, dan hal ini tidak boleh. Sudah menjadi tanggung jawab orangtua untuk mengurus mereka sendiri.
Namun, mazhab Syafi’i dan mazhab Maliki berpendapat bahwa memberikan zakat kepada kelompok kerabat ini boleh dengan syarat, jika orang yang membayar zakat tidak memiliki tanggung jawab finansial atau menafkahi kerabat tersebut.
3. Kewajiban menafkahi orangtua yang sudah tidak mampu
Manusia wajib untuk memberikan bantuan kepada kedua orangtua, baik saat mereka masih hidup maupun setelah mereka meninggal dunia.
Salah satu bentuk pengabdian anak kepada orangtua adalah memberikan nafkah berupa makanan pokok, yang menjadi kewajiban selama anak tersebut mampu memberikan bantuan kepada orangtuanya.
“Kedua orangtua wajib dinafkahi oleh anaknya dengan syarat, kelapangan rezeki anak yang bersangkutan. Batasan kelapangan rezeki adalah mereka yang memiliki kelebihan harta setelah menutupi kebutuhan makanan pokok dirinya dan anak-istrinya sehari-semalam itu di mana kelebihan itu dapat diberikan kepada kedua orangtuanya. Jika anak itu tidak memiliki kelebihan harta, maka ia tidak berkewajiban apa pun atas nafkah kedua orang tuanya lantaran kesempitan rezeki yang bersangkutan.” (Lihat Taqiyudin Abu Bakar Al-Hushni, Kifayatul Akhyar, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2001 M/1422 H, halaman 577).
(Hafidah Rismayanti/Aak)