BANDUNG, TM.ID – Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), terjadi kelebihan gaji ASN (Aparatur Sipil Negara) serta tunjangannya, di lingkungan Pemprov Jawa Barat, pada tahun anggaran 2022 yang mencapai Rp1,4 miliar.
Menyikapi temuan BPK terkait kelebihan gaji ASN Pemprov Jabar tersebut, Anggota Komisi III DPRD Provinsi Jawa Barat Pepep Saepul Hidayat meminta Pemprov untuk melakukan evaluasi pada sistem reformasi birokrasi. Dia melanjutkan, temuan BPK ini terungkap kala rapat dengar pendapat antara Komisi III dan OPD beberapa waktu lalu.
Kelebihan Gaji ASN Patut Disayangkan
Dia pun menyayangkan, peristiwa ini terjadi dua kali sehingga harus dikaji ulang akan adanya celah tersebut. Apalagi, Pemprov selalu menggaungkan memiliki sistem reformasi birokrasi yang terbaik di Indonesia.
“Sebetulnya kita support terhadap kebijakan Pemprov, untuk terus memodernisasi pengelolaan berbagai layanan, administrasi berbasis digital. Tapi harus diimbangi dengan peningkatan mental dan tanggungjawab SDM. Menjadi kewajiban Pemprov untuk segera menyelesaikan,” kata Pepep pada Teropong Media baru-baru ini.
Dia membeberkan, berdasarkan data dari BPK ada 221 ASN menerima kelebihan tunjangan, padahal mereka tengah menjalani cuti besar dengan nilai total sekitar Rp167,4 juta. Kelebihan pembayaran tunjangan atas 27 ASN yang tengah melaksanakan tugas belajar sebesar Rp46,7 juta. Rekapitulasi kelebihan pembayaran tunjangan dua ASN yang sedang melaksanakan CLTN senilai Rp23,8 juta.
Kelebihan pembayaran gaji dan tunjangan atas lima ASN yang pensiun sebesar Rp35,4 juta. Kelebihan bayar gaji dan tunjangan 18 ASN yang meninggal senilai Rp191, juta. Kelebihan bayar gaji dan tunjangan empat ASN yang diberhentikan atau hukuman disiplin, Rp23,6 juta.
Kelebihan bayar tunjangan tambahan penghasilan 111 ASN yang telah pensiun, Rp285,5 juta. Kelebihan pembayaran tunjangan tambahan penghasilan 34 ASN yang meninggal Rp284,6 juta serta kelebihan bayar tambahan penghasilan 38 ASN yang menerima hukuman disiplin sebesar Rp435 juta. Dimana dengan total keseluruhan Rp1,493 miliar.
“Mengenai hal ini, Pemprov Jabar harus mengupayakan uang tersebut kembali dalam kurun waktu 60 hari setelah Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) diterima. Sesuai keputusan dari inspektorat,” imbuhnya.
Pepep berharap, adanya dugaan unsur kelalaian atau kecerobohan dari operator sistem tidak lagi terjadi di 2023 ini. Mengingat kejadian ini dapat menjadi cela, seiring dengan semangat digitalisasi reformasi birokrasi Pemprov.
“Sistem yang canggih, tapi hal-hal mendasar masih terjadi. Kesalahan mendasar. Kurang aware ini harus diperbaiki,” harapnya.
Selain itu, kecerobohan juga terjadi dalam pemanfaatan anggaran oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Jabar. Kerap terjadi kesalahan pencatatan atau nomenklatur, dimana seharusnya belanja modal namun dijadikan belanja barang dan jasa.
Kesalahan penganggaran belanja barang dan jasa kata Pepep, mencapai Rp112,8 miliar. Sehingga Gubernur Ridwan Kamil harus mengingatkan Kepala TAPD untuk lebih cermat dalam melakukan verifikasi penyusunan anggaran belanja.
“Ini juga menarik, sebab akan beda perlakuan. Dimana kita tahu, kalau belanja modal akan menjadi aset pada neraca pemerintah daerah. Kalau belanja barang dan jasa, diasumsikan habis dalam 12 bulan. Tidak menambah nilai aset Pemprov. Ini lagi-lagi kejelian dan tanggungjawab dari pengguna sistem (TAPD),” terangnya.
BKD Akui Sistem Belum Optimal
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Jabar Sumasna pada Teropong Media mengungkapkan, kelebihan bayar yang terjadi pada tahun anggaran 2022 karena sistem aplikasi belum optimal. Maka dari itu pihaknya terus melakukan perbaikan, guna menutup celah kebocoran.
“Integrasi antara aplikasi di keuangan dan kepegawaian belum klik. Maka jadi temuan. Sekarang sudah terintegrasi,” ungkapnya.
Dia memastikan, kejadian serupa tidak terulang di tahun ini. Meski ada satu komponen yang diakuinya dapat menjadi celah, yakni perjalanan dinas luar kota ASN. Sebab masih ada pegawai yang lalai melengkapi persyaratan administrasi.
“Semua yang berkaitan dengan aplikasi, mudah-mudahan tidak terulang. Tapi kan ini dinamis, bisa saja nanti urusan berbeda yang belum dicermati hari ini. Perjalanan dinas masih agak khawatir, ini masalah ketertiban. Kita saling ingatkan dengan teman-teman perangkat daerah,” ujarnya.
BPKAD Minta Operator OPD Disiplin Lakukan Pelaporan
Sementara Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Nanin Hayani meminta, operator seluruh OPD dapat melakukan pelaporan atau penginputan data secara tepat waktu. Baik terhadap ASN yang telah meninggal dunia, sedang menjalani sanksi atau tengah melakukan cuti sehingga kejadian ini tidak terjadi lagi.
“Kami melakukan pembayaran berdasarkan laporan yang diinput tiap OPD. Kelebihan gaji, karena sudah meninggal, kena hukuman disiplin. Sistem tidak tahu kalau tidak diinput. Nah itu inputnya terlambat, sehingga surat ketetapan penghentian terlambat. Saya minta kepada perangkat daerah, aware lah akan hal tersebut” pintanya.
Sedang mengenai kelebihan bayar yang telah masuk ke rekening, dia mengimbau untuk segera melakukan pengembalian. Termasuk ASN yang telah meninggal, namun tetap menerima gaji dan tunjangan.
“Mereka harus membayar. Kita bersurat kepada mereka. Termasuk yang meninggal, menjadi tanggungjawab ahli waris,” pungkasnya.
BACA JUGA: Jabar Kejar Rp2 Triliun dari Penerbitan Obligasi Daerah
(Dang Yul)