BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Bandung selama ini identik dengan kota kreatif, destinasi wisata, dan nuansa estetis yang kerap viral di media sosial. Foto-foto taman kota yang rapi, jalanan yang bersih, hingga pedestrian yang tampak modern bertebaran di Instagram dan TikTok. Namun, realitas di lapangan sering kali jauh dari narasi tersebut.
Di sejumlah titik, trotoar Bandung justru memprihatinkan. Banyak yang rusak, permukaannya tak rata, atau malah berubah fungsi. Alih-alih menjadi jalur aman bagi pejalan kaki, trotoar justru dipenuhi hambatan. Pohon yang menjorok, tiang listrik berdiri di tengah, hingga kendaraan yang parkir sembarangan. Belum lagi kehadiran pedagang kaki lima yang ikut memanfaatkan ruang pejalan kaki sebagai lapak.
Tidak berhenti sampai di situ, jalur khusus tunanetra yang seharusnya membantu penyandang disabilitas, ternyata juga kerap terpasang asal-asalan. Jalur berwarna kuning yang dikenal sebagai guiding block ini, di beberapa lokasi malah berakhir di depan tiang listrik, menempel di tepi selokan, atau terhenti di pohon besar. Alih-alih membantu, jalur tersebut justru bisa membahayakan pengguna.
Baca Juga:
Rahasia di Balik Kota Bandung Tetap Punya Taman Cantik
Ancaman Sesar Lembang, Ini 6 Titik Tempat Evakuasi Gempa di Bandung
“Ya emang ada bentukannya(trotoar) gitu. Ada wujudnya. tapi kaya asal aja dibikin, kaya bukan dibuat demi kenyamanan masyarakat,” ungkap Arya, seorang pejalan kaki yang kerap melintasi kawasan Dago.
Ia mengaku sering kali harus berjalan di jalan raya karena trotoar tidak bisa dilalui.
“Kadang-kadang harus turun ke jalan karena ada pohon ngehalangin, trotoarnya rusak, ada yang parkir, ada yang jualan,” sambungnya.
Arya juga menyoroti jalur untuk tunanetra yang justru berbahaya.
“Saya pernah lihat jalan kuning tuh, yang khusus penyandang tunanetra, mepet sama selokan. Ada juga yang mentok ke pohon sama tiang listrik,” ujarnya.
Ia mengaku prihatin karena jalur yang seharusnya mempermudah mobilitas disabilitas justru bisa menjadi jebakan.
Fenomena ini memunculkan pertanyaan. Apakah Bandung benar-benar ramah pejalan kaki? Kota yang mengusung identitas kreatif dan inovatif ini ternyata masih menyimpan pekerjaan rumah besar dalam hal penyediaan fasilitas publik yang layak. Di tengah upaya menjadikan Bandung kota wisata unggulan, kenyamanan pedestrian seolah bukan prioritas utama.
Kondisi trotoar yang semrawut bukan hanya soal estetika. Ini juga berkaitan dengan keselamatan. Banyak pejalan kaki, termasuk anak-anak dan lansia, terpaksa berjalan di badan jalan akibat trotoar yang tidak bisa digunakan. Situasi ini meningkatkan risiko kecelakaan lalu lintas, apalagi di ruas jalan dengan arus kendaraan yang padat.
Lebih jauh, tata kelola fasilitas publik yang tidak inklusif juga mengesampingkan hak-hak kelompok rentan. Penyandang disabilitas, yang seharusnya mendapatkan kemudahan dalam mobilitas, justru menghadapi rintangan tambahan. Hal ini menunjukkan bahwa perencanaan infrastruktur harus melibatkan perspektif inklusif agar benar-benar bermanfaat bagi semua lapisan masyarakat.
Bandung boleh jadi cantik di mata warganet, tetapi bagi mereka yang melangkah di jalanan setiap hari, keindahan itu terasa semu. Jika tidak ada perbaikan serius, label kota ramah pejalan kaki dan kota kreatif hanya akan menjadi slogan tanpa makna.
Penulis:
Muhammad amni fii imani
Jurusan ilmu komunikasi
Kampus UNIBI