BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Selebgram dan influencer terkenal, Karin Novilda atau yang lebih terkenal sebagai Awkarin, kembali menjadi perbincangan hangat di media sosial.
Kali ini, ia mendapat kritik tajam dari warganet di platform X terkait pandangannya terhadap generasi tua serta hubungannya dengan politik nasional.
Semua bermula dari unggahan Instagram Story Awkarin yang menyindir generasi tua yang kerap mengkritik Gen Z sebagai generasi pemalas.
“Gen Z katanya ‘males kerja’, gen lu noh korupsi kuadriliun,” tulis Awkarin dalam unggahannya.
“Huakakakaka pengin tag-tag-in orang tua takut dosa (dan dipenjarain),” tambahnya
Namun, unggahan ini justru memancing perdebatan baru. Seorang warganet mempertanyakan mengapa Awkarin tidak menyuarakan sikap protes terhadap pengesahan revisi UU TNI yang menuai kontroversi. Komentar ini membuat Awkarin meradang.
Pembelaan Awkarin
Dalam responsnya, Awkarin menegaskan bahwa memilih pasangan calon presiden bukan berarti menyetujui semua kebijakan yang dibuat.
“Ada banyak kebijakan yang gue setuju, tapi nggak sedikit yang gue nggak setuju. Hak gue, toh? Se-simple lo pacaran, lo cinta, lo pacarin, terus lo harus selalu setuju sama ucapan atau perlakuannya?” ujar Awkarin dalam klarifikasinya.
Ia juga menegaskan bahwa tetap memiliki hak bersuara sebagai warga negara Indonesia.
“Gue ini masih warga negara Indonesia, gue punya suara juga. Itulah pentingnya demokrasi,” kata Awkarin
Namun, pembelaannya tetap menuai kritik dari warganet. Banyak yang menilai bahwa menganalogikan pemilihan presiden dengan memilih pasangan adalah perbandingan yang tidak relevan.
BACA JUGA:
Usai Ribut dengan Ojol, Awkarin Laporkan Pegawainya Soal Penggelapan Uang
Awkarin Diancam Oknum Ojol, Setelah Viral Sang Driver Lakukan Ini
Mengapa Revisi UU TNI Menuai Kontroversi?
Revisi Undang-Undang TNI yang baru saja disahkan pada 20 Maret 2025 menuai banyak kecaman. Banyak pihak khawatir bahwa aturan ini bisa membuka celah bagi militer untuk kembali mengintervensi ranah sipil, mengingat sejarah Dwifungsi ABRI di era Orde Baru.
Koordinator Kontras, Dimas Bagus, menilai bahwa revisi ini memperluas cakupan operasi militer di luar perang dan berpotensi meningkatkan keterlibatan TNI dalam sektor-sektor sipil.
Salah satu pasal yang dianggap kontroversial adalah Pasal 47, yang mengizinkan prajurit aktif TNI menduduki jabatan publik di 16 kementerian dan lembaga, termasuk:
- Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan
- Kementerian Pertahanan
- Badan Intelijen Negara (BIN)
- Badan Narkotika Nasional (BNN)
- Mahkamah Agung
- Kejaksaan Republik Indonesia (Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer)
- Dan beberapa lembaga lainnya
Kebijakan ini kahwatir dapat mengulang masa lalu, di mana militer memiliki pengaruh kuat dalam pemerintahan sipil. Publik pun terpecah dalam menanggapi keputusan ini.
Kasus Awkarin ini mencerminkan betapa sensitifnya diskusi politik di era digital. Di satu sisi, ada yang mendukung kebebasan berpendapat dan pilihan politik individu.
Di sisi lain, ada pula yang menuntut pertanggungjawaban dari figur publik terhadap keputusan politik mereka.
Terlepas dari pro dan kontra, kontroversi ini menunjukkan bahwa generasi muda semakin aktif dalam menyuarakan pendapatnya mengenai isu-isu politik dan kebijakan nasional. Apakah ini pertanda meningkatnya kesadaran politik di kalangan anak muda? Kita tunggu perkembangan selanjutnya.
(Hafidah Rismayanti/Usk)