BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Di tengah gempuran isu politik yang sering kali terasa jauh dari kehidupan nyata, satu sosok wakil rakyat tampil beda H. Akhmad Marjuki, S.M., M.M., Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Jawa Barat, turun langsung ke Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang.
Bukan untuk pencitraan tapi untuk mendengar, melihat, dan bertindak di tengah sisa banjir dan longsor yang masih menyisakan luka bagi warga.
Dalam lanskap politik yang kadang dipenuhi janji kosong, gesture seperti ini menghadirkan harapan baru. Marjuki hadir bukan hanya membawa rombongan dan kamera. Ia menjejak tanah lumpur dan masuk ke jantung permasalahan.
“Kunjungan ini bertujuan untuk meninjau langsung kondisi di lapangan pasca bencana banjir dan longsor yang melanda wilayah tersebut,” ujarnya.
Gaya komunikasi yang terbuka, menyapa warga satu per satu, serta berdiskusi dengan aparat dan relawan, menjadi bukti bahwa ia tak hanya berbicara di balik podium.
Dengan latar belakang sebagai anggota Komisi IV yang fokus pada infrastruktur dan lingkungan, langkahnya memang sejalan dengan tanggung jawab formal. Tapi lebih dari itu, pendekatannya mencerminkan empati.
Baca Juga:
Kerja Bukan Gimik! Akhmad Marjuki Buktikan Politisi Bisa Mengabdi dengan Tulus
Tegas dan Dekat Warga, Akhmad Marjuki Fokus pada Infrastruktur dan Pelayanan Publik
Jalanan Rusak
Di tengah lapangan, ia menyaksikan sendiri jalan-jalan rusak, rumah-rumah terendam lumpur, dan trauma warga yang belum pulih. Data dan laporan dari atas meja berubah jadi pengalaman langsung yang menyentuh sisi kemanusiaan.
“Komitmen untuk terus hadir bersama rakyat, mendengar langsung aspirasi, dan mencari solusi nyata menjadi prioritas utama dalam setiap langkah kerja beliau,” tambahnya.
Aksi nyata seperti ini penting di era sekarang, terutama bagi generasi muda yang kerap skeptis terhadap tokoh publik.
Generasi Z tumbuh dalam informasi yang serba cepat, dan bisa dengan mudah membedakan mana aksi murni dan mana sekadar pencitraan. Di sinilah pentingnya transparansi dan keterlibatan langsung.
Respons positif dari masyarakat pun tak terbendung. Kehadiran Marjuki dirasakan sebagai bentuk kepedulian yang jarang ditemui.
Apresiasi datang dari warga, relawan, hingga pemerhati kebencanaan yang menilai bahwa pendekatan humanis dan langsung seperti ini layak dijadikan standar baru dalam pelayanan publik.
Lebih dari sekadar kunjungan kerja, aksi ini bisa jadi sinyal perubahan bahwa politik bisa membumi, relevan, dan manusiawi.
Terutama ketika para pengambil kebijakan memilih untuk menyingsingkan lengan baju dan hadir di tengah krisis, bukan hanya dalam forum resmi, tapi di lokasi bencana, di antara rakyat.
(Hafidah Rismayanti/Budis)