JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Kalangan akademisi menyoroti gagasan soal lembaga pendidikan perguruan tinggi (PT) yang diberi kewenangan mengurus atau memiliki izin usaha pertambangan (IUP).
Dr Karlina Supelli, filsuf dan juga Direktur Pascasarjana Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, menegaskan bahwa perguruan tinggi tidak punya wewenang dalam mengurus IUP.
Rencana pemberian IUP kepada perguruan tinggi sempat dibahas dalam rapat dengar pendapat di DPR RI.
Dr Karnila menjelaskan, Tridharma Perguruan Tinggi sejatinya berisi tentang kewajiban perguruan tinggi untuk menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
” Itu jelas pengelolaan usaha-usaha seperti ini (pengelolaan IUP) itu tidak masuk,” tegas Dr Karlina, mengutip Antara, Selasa (28/1/2025).
Dr Karlina yang juga ahli astronomi dan filsafat ini mengaku khawatir dengan diberikannya IUP kepada perguruan tinggi, maka independesi lembaga pendidikan semakin goyah sehingga sulit menjalankan peran pengawasan kinerja pemerintah.
BACA JUGA: Soal IUP Tambang Ormas, CERI: Komisi III DPR Jangan Bicara Hal yang Bukan Tupoksinya
Kondisi tersebut, lanjut dia, mungkin saja terjadi mengingat pemerintah juga memiliki pengaruh dalam pemilihan seluruh rektor perguruan tinggi negeri.
Pengaruh tersebut dapat berpengaruh terhadap keputusan kampus dalam menerima IUP yang nantinya akan diberikan.
“Kalau swasta itu berdasarkan kesepakatan para dosen, para senat. Tapi kalau perguruan tinggi negeri itu, 30 persen ada di tangan menteri. Nah ini kan kemudian bisa terlihat bahwa kooptasinya semakin jelas,” kata perempuan aktivis yang pada masa reformasi 1998 bergiat melawan ketidakadilan melalui organisasi Suara Ibu Peduli.
Walau dunia pendidikan akan menghadapi dinamika seperti itu, dia yakin kalangan guru besar dan mahasiswa yang memiliki intelektualitas tinggi akan tetap independen.
Ia yakin seluruh lembaga pendidikan memiliki semangat yang sama untuk mempertimbangkan penerimaan IUP tersebut.
“Saya ingin mengajak masyarakat warga mendukung perguruan tinggi, mendukung mahasiswa dan para dosennya untuk menolak ini karena risikonya, konsekuensinya terlalu besar,” jelas dia.
(Aak)