JAKARTA,TM.ID: Dilaporkan Kementerian Kesehatan mengenai temuan satu kasus baru cacar monyet (monkeypox) di Bandung, Jawa Barat.
Dengan tambahan satu kasus baru ini, total ada 21 kasus positif cacar monyet di Indonesia sejak pertama kali ditemukan pada Agustus 2022.
“Kasus monkeypox sekarang sudah ada 21 kasus. Selain dari Jakarta dan Tangerang Selatan, ada temuan satu kasus di Bandung,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi, Minggu (29/10).
Namun, Nadia tidak mengonfirmasi lebih lanjut perihal kondisi pasien maupun lokasi spesifik dari temuan kasus cacar monyet di Bandung.
BACA JUGA : Makanan yang Cocok untuk Pemulihan Virus Cacar Monyet
Lebih lanjut Nadia mengatakan jumlah kasus cacar monyet mengalami penambahan dari laporan per 27 Oktober 2023 mencapai 17 kasus yang seluruhnya berasal dari DKI Jakarta.
Menurut dia hasil penelusuran kontak erat terhadap 21 kasus tambahan itu seluruhnya masih dinyatakan negatif.
“Hasil kontak masih negatif,” katanya, mengutip Antara.
Sementara itu, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) melalui pernyataan tertulis menginformasikan per 13 Oktober 2023 terdapat 15 orang positif cacar monyet. Satu kasus di antaranya dinyatakan sembuh pada Agustus 2022.
Ketua Satgas cacar monyet PB IDI Hanny Nilasari mengatakan seluruh pasien positif bergejala ringan dan tertular secara kontak seksual. Pasien seluruhnya berjenis kelamin laki-laki usia 25-50 tahun.
Cacar monyet merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus Monkeypox. Kasus cacar monyet pada manusia pertama kali ditemukan pada 1970 di Republik Demokratik Kongo.
Pada dasarnya, gejala awal cacar monyet mirip dengan gejala cacar lainnya, yaitu demam, sakit kepala, nyeri otot, kelelahan, ruam, dan lesi.
Perbedaan utama antara keduanya adalah cacar monyet yang menyebabkan pembengkakan kelenjar getah bening.
Gejala ini biasanya muncul dalam 7-14 hari setelah terinfeksi. Namun dalam beberapa kasus, gejala juga bisa muncul 5-21 hari setelah paparan.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan RI memperkuat surveilans atau penemuan kasus aktif di seluruh fasilitas kesehatan. Kemenkes juga bekerja sama dengan komunitas atau relawan untuk menjangkau kelompok-kelompok tertentu untuk bisa melakukan deteksi, terutama mencari kontak erat.
Sejumlah laboratorium seperti Balai Besar Laboratorium Kesehatan milik Kemenkes mempunyai kemampuan untuk memeriksa Mpox, sehingga Kemenkes tinggal mendistribusikan reagennya.
Kemenkes juga tengah menunggu pemeriksaan whole genome sequencing terhadap kasus konfirmasi Mpox untuk menentukan jenis varian dari Mpox.
Kemenkes juga meminta pasien melakukan isolasi dan memberikan terapi. Rata-rata pasien diisolasi di rumah sakit dan memang pengobatannya lebih banyak ke suportif. Pasien juga diberi obat antivirus dan antibiotik kalau gejalanya parah.
(Usamah)