JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Direktur Ekskutif Eksuktif Center for Strategic on Islamic and International Studies (CSIIS) Jakarta, M Sholeh Basyari mengatakan, Kejaksaan Agung didesak nitizen, politisi serta kalangan civil society untuk mempresentasikan dasar hukum dan reasoning pengambilan Lembong.
“Sejauh ini, kejagung “berhasil” menghadirkan data Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang kebijakan importasi gula tahun 2015-2016. Menariknya, BPK menolak bahwa data itu dari institusi berlambang Tri Dharma Arthasanthosa itu. Parahnya, Kejagung juga gagal menemukan kerugian faktual (factual lose) Lembong. Kerugian yang ada sifatnya adalah potential lose. Benarkah Lembong tidak bersalah? Benarkah penahannya karena “order”? ,” kata Sholeh kepada Teropongmedia.id, Kamis (07/11/2024).
Dua Kesalahan Lembong
Sebagai semacam country manager telik sandi, Lembong “bersalah” ketika dia menerima penunjukkan Jokowi sebagai Menteri Perdagangan (2015-2015). Masa dinas Lembong persis hanya satu tahun, atau tepatnya mulai 12 Agustus 2015 sampai dengan 27 juli 2016. Lembong adalah menteri perdagangan ke 30 sepanjang republik ini berdiri.
Sementara “kesalahan kedua” Lembong adalah kesediannya menjadi co-captain pencalonan Anies Baswedan sebagai Capres. Disebut kesalahan sebab Lembong gagal memenangkan Anies . Ini adalah satu-satunya kegagalan operasi Amerika di Indonesia sejak tahun 1965.
Lembong Pemain Shadow
Kata Sholeh,sebagai telik sandi, apalagi sekelas country manager, cover area Lembong idealnya Shadow power, kekuasaan bayangan. Justru dengan posisi sebagai shadow power, Lembong powerful, tidak tersentuh dan sulit ditemukan jejaknya.
Sebaliknya, ketika Lembong berada pada struktur kekuasaan, peran, jejak dan kesalahan Lembong mudah di-track. Baik kesalahan-kesalahan sewaktu berada di shadow dan lebih-lebih saat mengisi struktur kekuasaan.
“Shadow power yang bekerja di wilayah operasi tertentu, beda karakter dengan kegiatan dan agenda struktur kekuasaan yang bersifat programatik. Operasi-operasi telik sandi umumnya “tanpa SOP”. Telik sandi hanya mengenal operasi berhasil atau gagal,” jelasnya.
Sementara struktur kekuasaan cara kerjanya secara hierarkis diatur oleh UU, peraturan hingga juklak juknis. Serangkaian perangkat kerja ini, tampaknya kurang familier, tidak dimiliki apalagi digunakan oleh Lembong sebagai telik sandi. Kenapa? Karena sifat kerja-kerja telik sandi yang senyap, cepat dan “mematikan”.
Lembong Antara Struktur dan Shadow Power
Sebagai Mendag, kata dia, posisi Lembong dalam importasi gula yang disoal kejagung, sangat sentral. Benar bahwa impor era Lembong “sedikit”. Tetapi dengan melihat daya tahan gula yang hingga sepuluh tahun, dan dengan posisi Lembong yang hanya satu tahun sebagai Mendag , serta setelah itu “kembali” ke habitat aslinya sebagai shadow power (telik sandi), kabarnya dia terus bermain gula. Informasinya Lembong terus mendatangkan gula dari Thailand dan Vietnam setelah dia lengser.
Pola ini “aman” dengan sejumlah strategi dan trick. Gula-gula itu dikirim ke Indonesia tidak melalui pelabuhan-pelabuhan utama seperti Priok Belawan atau Perak. Gula-gula itu di-delivery ke pelabuhan-pelabuhan tikus sepanjang garis pantai yang kita punya.
Di saat lain, gula-gula itu secara bergelombang di pindah ke gudang-gudang milik induk koperasi korp berseragam seperti Pramuka, maupun lini usaha korp berseragam mirip Banser.
Kenapa Lembong disebut “Menghancurkan” Program Tebu untuk Bioetanol ??
“Operasi” yang dilakukan Lembong secara invisible hand terkait gula, menyebabkan kerugian nyata (factual lose). Kerugian itu terkonfirmasi oleh menurunnya produksi gula kita akibat banjirnya gula impor.
“Ketika mesin-mesin giling gula kita tidak terpakai maksimal di musim giling, otomatis limbah tebu sebagai bahan baku bioetanol, tidak tersedia,” bebernya.
Mata rantai tebu-mesin giling-limbah tebu dan produk turunan tebu, tidak beroperasi secara linier. Minimnya limbah tebu akibat rendahnya aktivitas pabrik gula, mengakibatkan proyek bioetanol berbahan limbah tebu, gagal.
BACA JUGA: Tim Penasehat Sebut Kejaksaan Tak Miliki Alat Bukti Cukup untuk Tahan Tom Lembong
Bola Liar Lembong
Publik menunggu “closing statement” Kejagung tentang Lembong. Apakah “bola liar’ Lembong ini tetap dipelihara di bidak catur politik kita? Jika ini pilihannya, besar kemungkinan Sang Paman akan “mengusik’ atau bahkan memanggil kembali (me-recall) kolega Lembong, yang saat ini pemegang kas negara. Jika ini terjadi, turbulensi bisa menerpa kabinet merah putih.
“Kita tunggu Istana merilis hasil pertemuan Prabowo dengan Jokowi dan SBY, sepulang dari Merauke,” ucapnya.
(Agus Irawan/Usk)