BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Jawa Barat (Jabar) menilai stabilitas sektor jasa keuangan Jabar sampai dengan 31 Agustus 2024 terjaga stabil.
Selain tejaga stabil, juga resilien dengan kinerja keuangan yang bertumbuh dan memiliki indikator prudensial yang memadai.
Padahal, situasi perekonomian dunia saat ini sedang terindikasi mengalami penurunan di mayoritas negara utama (synchronised slowdown) meski telah mulai dibangun sentimen positif melalui momen cut cycle bank sentral.
Untuk diketahui, resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk bertahan dan beradaptasi dalam menghadapi, mengatasi, mencegah, meminimalkan atau menghilangkan dampak-dampak yang merugikan. Selain itu, mampu untuk bangkit dan pulih kembali dari tekanan, keterpurukan, kesengsaraan atau hal-hal yang tidak menyenangkan dalam hidup.
Di tatanan lokal, laju ekonomi Provinsi Provinsi Jawa Barat di triwulan II-2024 tumbuh 4,95 persen (year on year/yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan I-2024 (yoy) sebesar 4,94 persen. Namun pertumbuhan ekonomi tersebut lebih rendah dibandingkan dengan nasional yang tumbuh sebesar 5,05 persen yoy.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Provinsi Jawa Barat berada di urutan ke-11 dari seluruh provinsi di Indonesia dan urutan ke-3 dari provinsi-provinsi di Pulau Jawa.
Dari sisi lapangan usaha, laju ekonomi Provinsi Provinsi Jawa Barat ditopang Industri Pengolahan dengan pertumbuhan 2,81 persen yoy. Pertumbuhan lapangan usaha tertinggi terjadi di sektor Transportasi dan Pergudangan (14,13 persen yoy).
Sementara dari sisi pengeluaran, ekonomi Provinsi Provinsi Jawa Barat ditopang oleh Konsumsi Rumah Tangga dengan pertumbuhan 3,84 persen yoy. Pertumbuhan sisi pengeluaran tertinggi terjadi pada Konsumsi Pemerintah (26,63 persen yoy).
Sejalan dengan amanah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (UUP2SK), OJK terus memperkuat pengawasan terhadap Lembaga Jasa Keuangan (LJK) khususnya di Provinsi Provinsi Jawa Barat.
Kantor OJK Provinsi Provinsi Jawa Barat yang membawahkan Kantor OJK Cirebon dan Kantor OJK Tasikmalaya, seluruhnya melakukan fungsi pengawasan dan perizinan terhadap LJK yang berkantor pusat di 18 Kabupaten dan 9 Kota di Provinsi Jawa Barat.
Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) yang menjadi kewenangan Kantor OJK Provinsi Provinsi Jawa Barat mencakup:
- 3 Bank Umum
- 136 BPR & BPRS
- 18 perusahaan Gadai Swasta
- 23 LKM & LKMS
- 1 Kantor Pusat (KP) Perusahaan Efek Daerah (PED)
- 1 KP APERD
- 2 KP Perantara Pedagang Efek-Efek Bersifat Utang dan Sukuk (PPE-EBUS)
- 476 KC APERD
- 9 KC Manajer Investasi
- 104 KC Perusahaan Efek
- 84 emiten
- 4 Dana Pensiun.
Selain itu, telah dilakukan pengalihan pengawasan terhadap 4 Dana Pensiun pasca-penandatanganan. serah terima pengawasan Dana Pensiun pada tanggal 27 September 2024 dari Kantor Pusat OJK ke Kantor OJK Provinsi Provinsi Jawa Barat.
Dalam pelaksanaannya, penguatan fungsi pengawasan OJK terhadap LJK tidak hanya pada aspek prudential, namun juga pengawasan market conduct sebagai upaya untuk meningkatkan fungsi pelindungan konsumen dan masyarakat.
Perkembangan Sektor Perbankan
Perkembangan kinerja Perbankan di Provinsi Jawa Barat pada 31 Agustus 2024 mengalami pertumbuhan positif secara yoy tercermin dari beberapa indikator antara lain Aset mencapai Rp987 triliun, atau tumbuh sebesar Rp77,32 triliun (8,50 persen yoy).
Bila dibandingkan dengan posisi Desember 2023, total Aset perbankan di Jawa Barat tumbuh sebesar Rp45,26 triliun (4,81 persen ytd).
Selanjutnya untuk periode yang sama, Dana Pihak Ketiga (DPK) mencapai Rp672 triliun, tumbuh sebesar Rp43,64 triliun (6,95 persen yoy). Bila dibandingkan dengan posisi Desember 2023, penghimpunan DPK tumbuh sebesar Rp13,89 triliun (2,11 persen ytd).
Sementara itu, Kredit atau Pembiayaan mencapai Rp614 triliun, tumbuh Rp48,3 triliun (8,54 persen yoy) dan bila dibandingkan dengan posisi Desember 2023, penyaluran Kredit tumbuh Rp36,52 triliun (6,33 persen ytd).
Pertumbuhan penyaluran Kredit atau Pembiayaan dimaksud ditopang oleh 63 entitas BU/BUS dan 252 BPR/BPRS. Pertumbuhan kredit di Provinsi Jawa Barat sebesar 8,54 persen terbesar kedua setelah DKI Jakarta serta lebih tinggi dibandingkan Sulawesi Selatan (7,67 persen), Banten (7,43 persen), Jawa Timur (6,28 persen), dan Jawa Tengah (5,33 persen), namun di bawah DKI Jakarta (14,38 persen), dan Sumut (9,07 persen). Tingkat kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) terjaga di level 3 persen, membaik 0,34 persen jika dibandingkan posisi 31 Agustus 2023, tetapi lebih buruk jika dibandingkan rasio NPL gross nasional yang sebesar 2,26 persen.
Bank Umum yang berkantor Pusat di Provinsi Jawa Barat juga mencatatkan kinerja pertumbuhan yang lebih baik dibanding rata-rata perbankan di Provinsi Jawa Barat, antara lain tercermin Aset tumbuh 8,03 persen yoy, Dana Pihak Ketiga tumbuh 9,91 persen yoy dan Kredit tumbuh 8,16 persen yoy.
Kinerja tersebut didukung oleh dua Bank Umum Konvensional, yaitu Bank BJB dan Krom Bank Indonesia, serta satu Bank Umum Syariah, yaitu Bank BJB Syariah.
Sementara itu, kinerja BPR dan BPRS juga menunjukkan tren positif. Per 31 Agustus 2024, kredit yang disalurkan BPR Konvensional mencapai Rp17,59 triliun, meningkat Rp0,95 triliun (5,74 persen yoy). Kualitas kredit BPR Konvensional sedikit membaik yang tercermin dari penurunan NPL gross dari 13,53 persen di 31 Agustus 2023 menjadi sebesar 12,99 persen posisi 31 Agustus 2024.
Realisasi pembiayaan BPR Syariah per 31 Agustus 2024 tumbuh sebesar Rp0,51 triliun (9,45 persen yoy) dari sebesar Rp5,39 triliun di 31 Agustus 2023 menjadi Rp5,91 triliun posisi 31 Agustus 2024.
Kualitas pembiayaan BPRS memburuk yang tercermin dari rasio NPF dari 5,9 persen di 31 Agustus 2023 menjadi 9,57 persen di 31 Agustus 2024.
Namun demikian, market share pembiayaan BPRS dibanding total kredit BPR dan BPRS di Jawa Barat terus mengalami peningkatan dalam 3 (tiga) tahun terakhir.
Pada tahun 2021 tercatat berada di 21,67 persen, meningkat menjadi 25,45 persen (Desember 2023) dan menurun menjadi 25,14 persen per 31 Agustus 2024.
Total penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Nasional per 31 Agustus 2024 mencapai Rp 196,61 triliun, sementara KUR di Provinsi Jawa Barat mencapai Rp19,36 triliun dan menjadi provinsi penerima KUR terbesar ketiga setelah Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Jawa Timur atau memiliki porsi 9,90 persen dibandingkan total penyaluran KUR Nasional.
Tercatat sebanyak 329.351 pelaku usaha di Provinsi Jawa Barat telah memanfaatkan pembiayaan KUR dengan nilai outstanding saat ini mencapai Rp17,51 triliun. Berdasarkan skema pembiayaan KUR, sektor Mikro memiliki porsi paling besar yaitu mencapai Rp12,21 triliun dilanjutkan sektor Kecil sebesar Rp7,03 triliun.
Kinerja Sektor Pasar Modal
Sampai dengan 31 Agustus 2024, total Single Investor Identification (SID) di Jabar tercatat sebanyak 2.848.704 SID, atau tumbuh 10,04 persen dibanding periode tahun sebelumnya 2.588.690 SID. Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi dengan jumlah SID terbanyak atau mencapai 21 persen secara Nasional.
Hal ini menunjukkan antusiasme warga untuk mengakses produk keuangan Pasar Modal, tercermin total transaksi saham dari Provinsi Jawa Barat mencapai Rp24,58 triliun, terbesar kedua setelah Provinsi DKI Jakarta.
Sementara jumlah investor pasar modal terkait kepemilikan Surat Berharga Negara di Provinsi Jawa Barat mencapai 221.322 investor, terbesar kedua setelah Provinsi DKI Jakarta.
Saat ini sudah ada 81 perusahaan dari Provinsi Jawa Barat yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, dari sektor Perbankan, Telekomunikasi, Properti dan Industri Makanan & Minuman.
Kinerja Sektor Industri Keuangan Non Bank
Realisasi Piutang dari sektor Lembaga Pembiayaan di Provinsi Jawa Barat pada 31 Agustus 2024 mencapai Rp79,78 triliun atau tumbuh positif sebesar 10,63 persen (yoy), dengan rasio pembiayaan bermasalah (Non-Performing Financing/NPF) masih terjaga di level 3,06 persen.
Berdasarkan jenis penggunaan, piutang pembiayaan didominasi oleh pembiayaan Multiguna sebesar 62,45 persen disusul dengan pembiayaan Investasi sebesar 22,81 persen dan pembiayaan Modal Kerja 8,77 persen.
Sementara dari sektor Dana Pensiun, per Juli 2024, nilai investasi dana pensiun di Provinsi Jawa Barat sebesar Rp25,42 triliun, menurun Rp1,17 triliun (-4,52 persen yoy) jika dibandingkan dengan Juli 2023 sebesar Rp25,83 triliun.
Apabila dibandingkan dengan Desember 2023, realisasi nilai investasi tersebut juga menurun Rp0,95 triliun (-3,71 persen ytd). Hal senada juga terjadi pada nilai Aset Perusahaan Dana Pensiun di Provinsi Jawa Barat per Juli 2024, dimana Aset Perusahaan Dana Pensiun mencapai Rp25,52 triliun, menurun Rp1,29 triliun (-4,84 persen yoy).
Pada sektor Fintech peer-to-peer Lending (P2P), per Juli 2024, outstanding pinjaman perusahaan P2P di Provinsi Jawa Barat sebesar Rp18 triliun, meningkat Rp2,76 triliun (18,08 persen yoy) jika dibandingkan dengan Juli 2023 sebesar Rp15,24 triliun.
Apabila dibandingkan dengan Desember 2023, outstanding pinjaman P2P meningkat Rp1,41 triliun (8,51 persen ytd). Kualitas pinjaman P2P di Provinsi Jawa Barat yang tercermin dari rasio Tingkat Wanprestasi 90 hari (TWP90) dari sebesar 4,14 persen di Juli 2023 menjadi sebesar 3,09 persen di Juli 2024. Namun demikian, rasio TWP90 tersebut lebih buruk jika dibandingkan dengan nasional yang sebesar 2,54 persen.
BACA JUGA: OJK Tutup 10.890 Pinjol Ilegal dan Investasi Bodong
Program Literasi dan Inklusi Keuangan serta Pelindungan Konsumen
Sampai dengan 30 September 2024, Kantor OJK Provinsi Jawa Barat telah menyelenggarakan serangkaian kegiatan edukasi keuangan dalam rangka upaya peningkatan literasi keuangan masyarakat.
Terdapat 347 kegiatan dengan total jumlah peserta edukasi 102.642 orang yang terdiri dari berbagai segmen antara lain pelajar, mahasiswa, santri, Karyawan dan ASN, Petani, pelaku UMKM sampai dengan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yaitu Komunitas Seniman Jalanan, serta segmen khusus antara lain Penyandang Disabilitas, Komunitas Ojol dan masyarakat umum.
Salah satu bentuk layanan Kantor OJK Provinsi Jawa Barat kepada Konsumen dan Masyarakat yaitu melalui layanan pemberian informasi Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).
Sampai dengan 30 September 2024, sebanyak 33.554 layanan SLIK telah diberikan kepada Konsumen dan Masyarakat di wilayah Jawa Barat yang terdiri dari 22.963 permintaan SLIK secara langsung (walk-in) dan 10.591 permintaan SLIK secara online.
Selanjutnya, dalam upaya pemberantasan kegiatan keuangan ilegal, dari 1 Januari hingga 24 September 2024, OJK telah menerima 12.733 pengaduan terkait entitas ilegal.
Dari total tersebut, 12.021 pengaduan mengenai pinjaman online ilegal dan 712 pengaduan terkait investasi ilegal. Adapun jumlah entitas ilegal yang telah dihentikan/diblokir adalah sebagai berikut:
Selain itu, dalam rangka penegakan ketentuan pelindungan konsumen, OJK telah memberikan sanksi sebagai berikut:
- Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) pada periode Januari sampai dengan 23 September 2024:
- Menemukan dan menghentikan 2.500 entitas pinjaman online ilegal dan 241 penawaran investasi ilegal di sejumlah situs dan aplikasi yang berpotensi merugikan masyarakat.
- Satgas PASTI telah menerima informasi mengenai 228 rekening bank atau virtual account yang dilaporkan terkait dengan aktivitas keuangan ilegal.
Sehubungan dengan hal tersebut, Satgas PASTI mengajukan pemblokiran kepada satuan kerja pengawas bank di OJK untuk kemudian segera memerintahkan kepada pihak bank terkait untuk melakukan pemblokiran.
Selain pemblokiran rekening bank atau virtual account, Satgas PASTI juga menemukan nomor kontak pihak penagih (debt collector) terkait pinjaman online ilegal yang dilaporkan telah melakukan ancaman, intimidasi maupun tindakan lain yang bertentangan dengan ketentuan.
Menindaklanjuti hal tersebut, Satgas PASTI telah mengajukan pemblokiran terhadap 995 nomor kontak kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia.
- Dalam hal pengawasan perilaku PUJK (market conduct), Kantor OJK Provinsi Jawa Barat telah melakukan penegakan ketentuan sebagaimana diatur dalam POJK Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan antara lain melalui pemberian sanksi administrative kepada 25 (dua puluh lima) PUJK, yaitu:
- Sanksi Administratif baik berupa denda dan peringatan tertulis atas Keterlambatan Pelaporan; dan
- Sanksi Administratif berupa perintah tertulis terkait hasil Pengawasan Langsung/Tidak Langsung terkait atas pelanggaran ketentuan pelindungan konsumen khususnya mengenai penyediaan informasi dalam iklan dan tata cara pemasaran produk/layanan.
Pemberian sanksi administratif tersebut dilakukan dalam rangka pembinaan agar PUJK senantiasa patuh terhadap ketentuan terkait pelindungan konsumen dan masyarakat.
Ke depan, Kantor OJK Provinsi Jawa Barat akan terus mencermati dinamika perekonomian yang berkembang dan meningkatkan fungsi pengawasan terhadap lembaga jasa Keuangan, serta pelindungan kepada konsumen dan masyarakat untuk memastikan kontribusi sektor jasa Keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat dapat terus dijaga.
(Aak)