BANDUNG,TM.ID: Serial Indonesia “Gadis Kretek” telah berhasil merebut hati penonton sejak pertama kali tayang di Netflix. Dengan kehadiran sejumlah bintang besar seperti Dian Sastrowardoyo, Ario Bayu, Putri Marino, Arya Saloka, Tissa Biani, Sheila Dara, dan Ibnu Jamil, serial ini bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga sebuah karya seni yang membangkitkan isu-isu penting.
Berdasarkan novel dengan judul yang sama, “Gadis Kretek” mengisahkan perjalanan Lebas (Arya Saloka) dalam mencari Jeng Yah (Dian Sastrowardoyo), sambil menggali beberapa isu sosial yang tak hanya relevan di masa lalu, tetapi juga terus bergema dalam realitas sosial kita.
Patriarki yang Mengakar
Satu isu utama yang terdapat dalam serial ini adalah sikap patriarki yang masih sangat kental. Dasiyah, anak perempuan Idroes, pemilik pabrik kretek, menghadapi berbagai tantangan dalam mengukir namanya dalam dunia kretek yang mendominasi laki-laki. Meskipun memiliki bakat luar biasa dalam meracik kretek, Dasiyah tetap berhadapan dengan diskriminasi gender.
Pada zamannya, anggapan bahwa perempuan tidak pantas masuk ke ruang saus karena bisa merubah rasa saus mencerminkan pandangan yang patriarkis dan menghambat kemajuan perempuan dalam dunia kerja. Ini menjadi refleksi nyata dari perjuangan perempuan untuk mendapatkan pengakuan dan kesetaraan di berbagai sektor, isu yang masih sangat relevan hingga saat ini.
Persaingan Sengit dalam Industri Kretek
Industri kretek dalam film “Gadis Kretek” menjadi latar belakang bagi persaingan sengit antara merek-merek terkenal. Merek seperti Kretek Merdeka dan Kretek Proklamasi tidak hanya menciptakan produk dengan kualitas rasa yang berbeda, tetapi juga menghadirkan strategi promosi yang berbeda.
Kretek Merdeka terkenal dengan kualitas rasanya yang masyarakat sukai , sementara Kretek Proklamasi menonjol lewat strategi pemasaran yang cemerlang. Dinamika bisnis yang dipertontonkan mencerminkan persaingan dalam dunia industri, di mana kualitas produk dan strategi pemasaran menjadi kunci kesuksesan.
Membuka Luka Tragedi 1965
Satu momen bersejarah yang tak terelakkan dalam “Gadis Kretek” adalah peristiwa 1965. Serial ini dengan cermat membangun suasana politik dan sosial pada tahun tersebut, menggambarkan hilangnya Partai Merah, pembunuhan enam jenderal, dan stigma terhadap segala sesuatu yang berwarna merah.
Penonton diingatkan pada tragedi kelam yang membekas dalam sejarah Indonesia. Peristiwa ini bukan hanya menggugah kenangan tetapi juga membuka luka di kalangan masyarakat yang masih terkena dampaknya. Film ini menyuguhkan gambaran bagaimana peristiwa sejarah dapat memengaruhi kehidupan sehari-hari dan menciptakan narasi yang terus berkembang.
BACA JUGA: Daftar Soundtrack Serial Gadis Kretek yang Sedang Tayang di Netflix
Sejumlah isu yang diangkat dalam film ini tidak hanya menggambarkan masa lalu, tetapi juga mencerminkan realitas sosial masa kini. Diskriminasi gender, persaingan bisnis yang ketat, dan dampak tragedi sejarah masih menjadi isu-isu yang relevan dalam masyarakat modern. Serial ini berhasil menggabungkan sejarah dan realitas sosial. Selain itu memberikan gambaran yang mendalam tentang bagaimana masa lalu membentuk dan terus memengaruhi masa kini.
Bagi yang belum menonton “Gadis Kretek” adalah refleksi tentang kompleksitas masyarakat kita saat ini. Sebuah karya seni yang menghibur sekaligus memberikan wawasan mendalam tentang isu-isu sosial yang tak kunjung usang.
(Kaje/Usk)