BANDUNG, SUARMAHASISWAAWARDS –Laga final menghadapkan Spurs dengan sesama klub Inggris yaitu Manchester United. Sebuah bentrokan klasik dengan tekanan mental luar biasa. Keduanya memiki ambisi dan harapan yang sama yaitu menjadi juara, Tapi di menit ke-42, momen itu datang kepada Spurs, Umpan silang dari Pape mater Sarr membentur Luke Shaw, memantul ke arah Brennan Johnson dan Onana telat beraksi atas aksi yang dilakukan johnson entah apa yang ada dipikiran onana dan dunia membisu sedetik sebelum stadion meledak.Gol yang dinanti-nanti para penggemar Spurs selama 17 tahun lamanya untuk mereka bisa mendapatkan
Gol itu menjadi satu-satunya pada malam itu, cukup untuk memahat nama Tottenham di piala yang sebelumnya terasa asing bagi mereka. Ketika peluit panjang ditiup, para pemain berlari, jatuh, menangis, tertawa Bahagia. Bukan karena menang tapi karena sebuah penantian selama 17 tahun yang menjadi kenyataan.
Bagi para pendukung, itu lebih dari sekadar hasil pertandingan. Itu adalah pelepasan dari trauma masa lalu final demi final yang terlewatkan, ejekan dari rival, dan musim-musim yang diakhiri dengan kata “nyaris”. Malam itu, di bawah sorotan lampu San Mamés, luka lama menemukan obatnya.
Di bangku cadangan, manajer Ange Postecoglou berdiri terpaku sejenak kemudian menatap lagit seolah-olah malaikat sedang memberikanya wahyu atas kemenanangan ini. Matanya berkaca-kaca. Pria yang datang dengan filosofi sepak bola menyerang dan mentalitas juara akhirnya membawa Spurs menuju garis akhir. Bukan dengan ledakan bintang-bintang mahal, tapi dengan kerja tim, keberanian, dan keyakinan.
Para pemain muda seperti Alejo Véliz dan Udogie memeluk Son Heung-min, yang matanya sembab namun bibirnya tersenyum lebar.Buah jeri dari kesabaran dan tekat yang kuat membuat son akhirnya bisa membawa spurs juara Tapi bagi Son, yang telah memberi segalanya untuk klub ini, tahu bahwa penghargaan sejati bukan benda yang digantung di dada, tapi sejarah yang dikenang di kepala.
Sejak 2008, Spurs tidak pernah mengangkat trofi besar. Sejak 1984, mereka tak pernah merasakan gelar Eropa. Tapi pada malam di Bilbao, semua itu berubah. Dalam 90 menit keabadian, mereka menulis ulang masa lalu dan membuka pintu menuju masa depan yang sepenuhnya baru dan ini menjadi momen Sejarah yang akan terus dikenang bagi para Penggemar Spur .
Penulis:
Firmasah Sidik Purnama