BANDUNG BARAT, TEROPONGMEDIA.ID — Bupati Bandung Barat Jeje Richie Ismail bakal menerjunkan petugas medis terhadap warga terdampak polusi debu dari aktivitas tambang batu andesit untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) PLTA Upper Cisokan, di Gunung Karang, Desa Karangsari, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Diketahui, sebanyak 1.000 jiwa warga Desa Sarinagen dan Desa Karangsari, Kecamatan Cipongkor, terkena dampak polusi debu dan getaran dari proyek tambang batu andesit di Gunung Karang. Akibat hal itu, warga menggelar demonstrasi dan meminta aktivitas tambang Proyek Strategi Nasional (PSN) untuk kontruksi waduk PLTA Upper Cisokan dihentikan.
“Segera akan saya tugaskan Kadis Kesehatan berkoordinasi dengan PLN untuk melakukan pemeriksaan kesehatan kepada warga yang terdampak,” kata Bupati Jeje saat dikonfirmasi, Rabu (30/4/ 2025).
Jeje meminta rumah warga yang mengalami kerusakan akibat getaran akibat blasting segera diperbaiki PLN. Terkait teknis perbaikan rumah, pihaknya merumuskan bersama PLN. Bisa melalui opsi diperbaiki langsung atau berupa uang.
“Dalam perjanjian awal bahwa masyarakat yang terdampak akan mendapatkan penanganan langsung oleh PLN berupa perbaikan yang dilakukan, hari ini warga menuntut agar diganti rugi berupa uang tunai, ini segera akan kami lakukan mediasi untuk mencari jalan tengahnya,” ungkapnya.
Selain menerjunkan petugas medis, Pemda Bandung Barat bakal memanggil PLN agar menekan dampak getaran aktivitas peledakan serta polusi debu. Sehingga aktivitas tambang tak lagi berdampak bagi masyarakat tatkala dilanjutkan di kemudian hari.
“Dalam waktu dekat ini kami akan melakukan pertemuan dengan PLN dan warga terkait tuntutan yang dilayangkan warga, pemkab akan hadir untuk warganya,” jelas Jeje.
Baca Juga:
Dampak Upper Cisokan, Emak-emak Protes Tambang di Bandung Barat
Pencemaran Limbah Kohe di Bandung Barat Masih Mengkhawatirkan
Sebelumnya, warga menggelar aksi demonstrasi dan meminta aktivitas tambang Proyek Strategi Nasional (PSN) waduk PLTA Upper Cisokan dihentikan sementara.
“Pada saat peledakan, rumah permanen retak. Lalu rumah-rumah panggung gentinya pada berjatuhan. Lalu debu, kita di musim kemarau itu genting dan kaca warna putih kena debu. Jadi artinya setiap hari warga terdampak menghirup debu tersebut. Kan itu ada dampak kesehatan,” kata Kepala Desa Karangsari, Ade Bachtiar saat ditemui.
Ade menilai aksi demonstrasi warga merupakan puncak kekesalan karena selama proyek berjalan aspirasi mereka belum dipenuhi. Tahap awal, masyarakat bisa kompromi karena dampak yang dirasakan belum signifikan. Namun, saat ini kegiatan proyek telah masuk tahap inti yakni penambangan dengan metode blasting serta penggilingan yang dirasakan langsung dampaknya.
“Sekarang sudah masuk ke percobaan ledakan dan percobaan gilingan. Tapi itu belum ada komitmen dampak lingkungan dengan masyarakat sekitar 1000 jiwa, meliputi 7 RT 3 RW dan Dua Desa, Desa Karangsari dan Sarinagen,” jelasnya.
“Kenapa masyarakat bergejolak intinya bahwa masyarakat merasa terganggu terutama dalam ledakan dinamit lalu debu dari percobaan penggilingan tersebut. Jadi wajar masyarakat mempertanyakan. Karena bagaimana pun juga ada hak masyarakat dan kewajiban perusahaan,” tambahnya. (Tri/Usk)