JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Sebuah insiden penarikan mobil secara paksa oleh dua pria yang mengaku sebagai debt collector di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, viral di media sosial. Pasalnya, Video berdurasi pendek itu memicu banyak spekulasi, terutama karena menampilkan interaksi tak biasa antara para penagih utang dengan pihak kepolisian.
Dalam video yang dicuplik dari Tiktok, terlihat seorang pengendara mobil bersama seorang wanita dihentikan oleh dua pria tak dikenal.
Wanita tersebut kemudian merekam kejadian itu, yang memperlihatkan perdebatan sengit antara pengendara dengan kedua pria yang mengaku sebagai debt collector.
Ketika dimintai keterangan mengenai identitas dan tujuan mereka menghadang kendaraan, salah satu dari pria yang mengenakan kaos putih dan berambut cepak mengaku berasal dari “KP 17”.
BACA JUGA:
Video Patwal VIP di Roblox Viral, Begini Reaksi Kocak Netizen
Viral! Pesawat Delay, Seorang Penumpang Lion Air Mengamuk hingga Berteriak Ada Bom
“Saya dari KP 17,” jawab pria itu dalam video.
Wanita yang merekam terus mendesak untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut dan mengabadikan momen tersebut sebagai bukti, meskipun pria tersebut terlihat keberatan.
“Jangan video,” kata pria itu.
“Gak, gak, gak, gak…,” timpal wanita itu sambil tetap merekam peristiwa.
“Biar jelas, soalnya kan ada bukti juga. Bapak dari mana emang?” lanjut sang wanita.
Setelah perdebatan di lokasi, semua pihak akhirnya menuju ke kantor polisi untuk menyelesaikan masalah. Namun, yang membuat netizen bereaksi keras adalah rekaman lanjutan yang menunjukkan suasana di kantor polisi.
Dalam video lanjutan yang beredar, para debt collector yang sebelumnya terlibat dalam ketegangan justru terlihat berbincang akrab dengan aparat kepolisian, menimbulkan kesan tidak ada penanganan serius terhadap insiden tersebut.
Momen tersebut memunculkan banyak pertanyaan dari publik, terutama di media sosial, tentang apakah aparat kepolisian benar-benar bersikap netral dalam menyikapi kasus penarikan kendaraan secara paksa. Banyak yang menyayangkan sikap yang dianggap terlalu lunak terhadap tindakan yang dinilai meresahkan masyarakat.
(Saepul)