JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Soft launching buku Jokowi’s White Paper karya Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan dr Tifauzia berlangsung tak sesuai rencana. Mulai dari adanya insiden mati listrik tiba-tiba hingga terpaksa harus pindah tempat.
Acara launching yang sedianya digelar di Ruang Nusantara University Club (UC) Hotel Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Senin (18/8/2025), terpaksa dipindahkan ke coffee shop hotel tersebut usai pihak UGM menolak memfasilitasi perilisan buku tersebut.
Roy menyebut keputusan UGM membuat acara itu kehilangan ruang utama dan berakhir di tempat yang lebih sederhana.
“Akhirnya kami hanya menggunakan coffee shop saja. Ya, karena kami dihalang-halangi untuk menggunakan ruang Nusantara,” kata Roy Suryo usai acara.
Tidak berhenti di situ, acara juga sempat diwarnai insiden mati listrik. Lampu dan pendingin udara (AC) berhenti berfungsi ketika doa pembuka baru saja dilantunkan.
“Kami tidak suudzon, tapi lampu dan AC mati tepat saat doa. Jadi, kami anggap ini bagian dari perjalanan panjang kami,” ujarnya.
Alasan UGM Tidak Falisitasi Acara
Juru Bicara UGM, Dr I Made Andi Arsana, menyatakan UC Hotel tidak memfasilitasi acara itu karena alasan prosedural dan politis.
“UGM memahami kegiatan ini bernuansa politis dan terkait isu yang melibatkan Presiden Joko Widodo. UGM tidak melibatkan diri dalam isu tersebut karena tidak terkait langsung dengan UGM,” katanya.
Secara administratif, menurut UGM, rencana konferensi pers bertajuk “Hadiah Kemerdekaan RI ke-80” juga tidak sesuai aturan unit usaha kampus.
Baca Juga:
SBY dan Jokowi Hadir di Upacara Kemerdekaan, Megawati Pilih Pimpin Kegiatan PDIP?
Tentang Buku Jokowi’s White Paper
Buku setebal 700 halaman itu mengulas penelusuran tiga penulis terkait dugaan keaslian ijazah Jokowi. Roy menyebut isu ini sudah mereka ikuti sejak 2013. dr Tifa menambahkan penulisan dimulai 2022 dengan pendekatan multidisiplin, dari digital forensik hingga analisis pola perilaku.
“Kesimpulan kami, skripsinya 99,94 persen palsu. Kalau skripsi palsu, ijazah tidak mungkin asli,” klaim Roy.
Meski ditolak secara formal, peluncuran buku tetap berjalan. Dari aula megah pindah ke coffee shop, dari cahaya lampu ke doa dalam gelap. Bagi Roy, Rismon, dan Tifa, kondisi itu justru menambah simbolik perjalanan isu yang mereka sebut sudah lebih satu dekade.
“Pembatasan tempat hingga listrik padam, kami anggap ini bagian dari dinamika. Kami tetap akan menyuarakan kebenaran,” pungkas Roy.
(Dist)