JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Dinas Pendidikan Aceh resmi menerbitkan surat edaran yang mengatur jam malam siswa di wilayahnya.
Dalam edaran bernomor 400.3.8/5936 Tahun 2025 itu, siswa dilarang berada di luar rumah setelah pukul 22.00 WIB, kecuali untuk kepentingan mendesak dan dengan pendampingan orang dewasa.
Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Marthunis menyatakan, bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari upaya memperkuat kompetensi akademik, vokasi, serta pembentukan karakter siswa, khususnya pada jenjang pendidikan menengah dan pendidikan khusus.
“Kami ingin siswa memanfaatkan waktu malam untuk kegiatan yang positif, seperti belajar atau beristirahat. Aktivitas di luar rumah yang tidak terkontrol bisa berdampak buruk pada perilaku dan prestasi belajar mereka,” ujar Marthunis dalam keterangannya melansir Jumat (9/5/2025).
Ia menyebut, bahwa edaran ini juga menjadi bentuk tanggung jawab pemerintah dalam mencegah kenakalan remaja yang kerap terjadi pada malam hari, serta menanamkan pola hidup teratur yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya Aceh.
Peran Orang Tua dan Sekolah
Dalam surat edaran tersebut, orang tua diminta untuk memastikan anak-anak mereka tidak berada di luar rumah selepas pukul 22.00 WIB, kecuali dalam keadaan mendesak dan tetap dalam pengawasan. Selain itu, orang tua juga diimbau untuk terlibat dalam kegiatan malam anak, seperti belajar bersama atau berdiskusi di lingkungan keluarga.
Disdik Aceh juga meminta kepala satuan pendidikan untuk menyelenggarakan sosialisasi terkait pola pengasuhan remaja yang positif di sekolah masing-masing. Hal ini bertujuan untuk membentuk kolaborasi antara sekolah dan orang tua dalam mendidik karakter siswa.
“Lingkungan rumah dan sekolah harus bersinergi dalam menciptakan rutinitas malam yang sehat dan mendidik,” tambah Marthunis.
Koordinasi Lintas Sektor
Untuk memastikan kebijakan ini berjalan efektif, seluruh kepala cabang dinas pendidikan di kabupaten/kota diinstruksikan agar menjalin koordinasi dengan pemerintah daerah, camat, perangkat gampong/desa, serta tokoh masyarakat dan lembaga terkait.
Marthunis menegaskan bahwa pengawasan terhadap aktivitas siswa tidak bisa dilakukan oleh sekolah dan orang tua saja, melainkan membutuhkan keterlibatan seluruh elemen masyarakat.
“Sosialisasi yang masif akan menciptakan kesadaran kolektif. Ini bukan hanya tanggung jawab sekolah, tetapi seluruh komponen masyarakat Aceh,” katanya.
Ia juga mengungkapkan bahwa kebijakan ini berlandaskan pada nilai-nilai keislaman. Salah satu dasar yang digunakan adalah Al-Qur’an Surat Al-Furqan ayat 47, serta hadits Nabi Muhammad SAW yang menekankan pentingnya tidur lebih awal dan bangun pagi.
“Kami ingin anak-anak Aceh bukan hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki karakter yang kuat dan disiplin dalam manajemen waktu,” ujar Marthunis.
Baca Juga:
Ini Syarat dan Cara Daftarkan Anak ke Barak Militer
Perempuan Diduga Mahasiswi ITB Ditangkap Polisi Terkait Meme Prabowo-Jokowi
Dukungan Pemerintah Pusat
Kebijakan jam malam siswa ini turut mendapatkan perhatian dari Wakil Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Stella Christie, yang sedang melakukan kunjungan kerja ke Banda Aceh pada Kamis (8/5/2025).
Ia menyatakan bahwa kebijakan tersebut merupakan kewenangan pemerintah daerah, dan diyakini telah melalui pertimbangan yang matang.
“Tentu saja ini adalah kebijakan lokal, dan saya percaya sudah dipertimbangkan aspek manfaat dan risikonya,” ujar Stella.
Meski demikian, Stella menekankan bahwa kebijakan serupa belum tentu dapat diterapkan di daerah lain, mengingat setiap wilayah memiliki kondisi sosial dan budaya yang berbeda-beda.
Evaluasi Berkala
Sebagai bentuk tindak lanjut, Dinas Pendidikan Aceh akan melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala terhadap pelaksanaan surat edaran ini. Laporan dari satuan pendidikan dan cabang dinas di wilayah akan menjadi bahan evaluasi untuk menilai dampaknya.
“Evaluasi diperlukan untuk memastikan bahwa kebijakan ini benar-benar berdampak positif. Kami juga akan terus bekerja sama dengan tokoh agama dan masyarakat agar pembinaan karakter siswa dapat menjangkau lingkungan sosial mereka,” pungkas Marthunis.
Ia berharap, dengan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, sekolah, keluarga, dan masyarakat, kebijakan ini mampu menciptakan lingkungan belajar yang aman, sehat, dan mendukung peningkatan kualitas pendidikan di Aceh.