BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029, Presiden Prabowo Subianto tetapkan 77 Proyek Strategis Nasional (PSN). Salah satu proyek prioritas di sektor peternakan berfokus pada peningkatan produksi daging dan susu sapi secara signifikan.
Pakar pemuliaan ternak dari Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Ir. Dyah Maharani, S.Pt., M.P., Ph.D., IPM, menyampaikan sejumlah strategi untuk mendukung target tersebut.
Ia mendorong percepatan program inseminasi buatan (IB) dan transfer embrio (TE) dengan memanfaatkan genetik unggul dari ternak lokal maupun eksotik. Beberapa wilayah sumber bibit saat ini sudah mulai menerapkan program tersebut.
Dyah menegaskan, keberhasilan program ini sangat bergantung pada sinergi berbagai pemangku kepentingan. Ia meyakini program IB dan TE tidak hanya mampu mempercepat peningkatan populasi ternak, tetapi juga dapat meningkatkan kualitas sapi lokal melalui penerapan teknologi reproduksi modern.
“Program ini kami harapkan mampu menghasilkan bibit sapi yang lebih produktif, baik dalam hal produksi daging maupun susu,” ujar Dyah, melansir laman resmi UGM.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya memperkuat program seleksi dan pemuliaan sapi potong serta sapi perah berbasis data genetik. Menurutnya, peternak dapat memilih bibit unggul secara lebih tepat jika pemerintah membangun database genetik nasional yang komprehensif.
Dyah menjelaskan bahwa proses penyusunan database genetik nasional bisa dilakukan melalui aplikasi pencatatan ternak berbasis digital, baik yang berbasis Android maupun website. Saat ini, beberapa aplikasi yang sudah tersedia antara lain Sidik Peternakan, Aifarm, FANCHIP (FIKKIA Animal MicroChip), REKS-EL (Rekording Sapi Elektronik), dan e-Recording.
“Pemerintah sebaiknya mengintegrasikan seluruh aplikasi tersebut dalam satu sistem database genetik nasional. Dengan sistem digital ini, semua pihak dapat lebih mudah memantau dan menyusun arah kebijakan pengembangan breeding ternak di masa depan,” jelas Dyah yang juga menjabat sebagai anggota ARPENAS (Asosiasi Ahli Reproduksi dan Pemuliaan Ternak Nasional).
Di sisi lain, Dyah juga menekankan pentingnya program peningkatan efisiensi reproduksi melalui manajemen nutrisi dan kesehatan ternak. Program ini mencakup optimalisasi pakan berbasis potensi lokal, penerapan teknologi deteksi birahi dan kebuntingan, serta sistem kesehatan preventif yang bertujuan menekan angka keguguran dan infertilitas pada sapi.
Sebagai langkah strategis jangka panjang, Dyah mendorong pemerintah untuk memperkuat kemitraan dengan peternak dalam program pembibitan sapi unggul. Ia menilai sejumlah pola kemitraan yang sudah berjalan perlu terus diperluas. Beberapa contoh kemitraan tersebut antara lain:
- Kemitraan dengan perusahaan sawit melalui program SISKAN,
- Penggemukan sapi Bali di NTT bersama PUSKUD NTT,
- Kemitraan sapi perah di Magelang dengan PT Nestlé,
- Pola inti-plasma antara peternak di Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah dengan PT Sulung Ranch–CBI Group,
- Penggemukan sapi potong bersama PT Great Giant Livestock (GGL) di Lampung Tengah.
Dyah berharap pemerintah dapat terus memperluas kemitraan serupa di berbagai wilayah.
“Melalui pembentukan kelompok pembibitan sapi berbasis wilayah, distribusi bibit unggul dapat berjalan lebih merata. Sinergi antara pemerintah, koperasi, akademisi, dan pelaku industri peternakan menjadi kunci dalam penyediaan bibit sapi berkualitas tinggi,” ungkapnya.
BACA JUGA:
Anies Baswedan Bicara Soal Pendidikan di UGM, Enggan Komentari Program MBG
Usung Pelindung Pantai, Mahasiswa UGM Juarai Coastal Protection Competition Dedikasi 2025
Ia meyakini seluruh usulan ini sejalan dengan visi pemerintah untuk meningkatkan produksi protein hewani nasional dan memperkuat keberlanjutan sektor peternakan di Indonesia.
Dyah pun berharap kolaborasi antara pemerintah dan para ahli di bidang reproduksi serta pemuliaan ternak mampu mempercepat pencapaian target swasembada daging dan susu dalam waktu dekat.
(Virdiya/Usk)