JAKARTA,TM.ID: Indonesia, sebagai salah satu negara penghasil nikel terbesar di dunia, telah menjadi sorotan internasional karena kekayaan sumber daya alamnya. Di berbagai wilayah di Indonesia, terdapat harta karun nikel yang sangat berharga. Artikel ini akan membahas sejarah dan perkembangan tambang nikel di Indonesia, serta bagaimana komoditas ini menjadi semakin penting dalam industri modern, terutama dalam produksi baterai untuk kendaraan listrik.
Nikel Harta Karun Bumi Pertiwi
Daerah Pertama dengan Harta Karun Nikel
Pada tahun 1200, Kerajaan Luwu berdiri di Bukit Poko, yang saat ini berada di wilayah Sulawesi Tengah. Daerah ini menjadi tempat peristirahatan terakhir atau makam bagi para Raja Luwu. Pada saat itu, masyarakat di Luwu dikenal sebagai pengrajin keris yang menggunakan besi Luwu, yang kualitasnya sangat baik karena mengandung nikel yang membuat kerisnya sangat ringan.
Pernikahan Kontrak Politik dan Pasokan Nikel
Pada tahun 1293, terjadi pernikahan kontrak politik antara Raja III Luwu dengan seorang puteri Majapahit. Pernikahan ini membawa manfaat bagi Majapahit karena mengamankan pasokan bahan baku nikel dari Kerajaan Luwu untuk ekspansi militer ke berbagai wilayah di Indonesia.
Pada tahun 1500, Kerajaan Padjajaran di Jawa Barat juga menggunakan besi yang dicampur dengan logam nikel sebagai bahan baku senjata dan peralatan rumah tangga.
Nikel Ditemukan di Daerah Lain
Pada tahun 1600, Kerajaan Sukadana di Pulau Karimata, Kalimantan Barat, menjadi pusat pengiriman sumber daya alam, termasuk nikel, ke Semenanjung Malaya. Namun, pada tahun 1622, Kerajaan Mataram menyerang Kerajaan Sukadana untuk mengamankan sumber daya alam besi.
Kerajaan Sukadana akhirnya membuat kongsi perdagangan dengan Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1631, dan produksi kerajinan rakyat seperti kapak dan parang dikirim ke Belanda. Pada tahun 1637, kekuasaan Kerajaan Mataram di Pulau Karimata semakin melemah.
Pada saat bersamaan, di daerah Sudbury, Ontario, Kanada, nikel juga ditemukan dalam mineral yang disebut nikolit, dan ini menjadi ciri khas meteroit.
Masuknya Impor Besi dan Sejarah Pertambangan Nikel
Pada tahun 1800, impor besi dari negara China dan Eropa masuk ke Nusantara dengan harga yang lebih murah. Namun, besi berbahan nikel masih tetap disukai karena kualitasnya yang lebih baik.
Sejarah pertambangan nikel di Indonesia baru dimulai pada tahun 1901, ketika seorang ahli geologi berkebangsaan Belanda, Kruyt, meneliti bijih besi di Pegunungan Verbeek, Sulawesi. Selanjutnya, pada tahun 1909, ahli geologi Belanda lainnya, EC Abendanon, menemukan bijih nikel di Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara. Penemuan ini mengawali kegiatan eksplorasi lebih lanjut oleh beberapa perusahaan.
Pada tahun 1968, diterbitkanlah Kontrak Karya (KK) pertambangan nikel laterit kepada PT. International Nickel Indonesia (INCO) di tiga provinsi Sulawesi, yaitu Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara, termasuk Soroako dan Pomalaa. Setelah serangkaian kegiatan eksplorasi dan konstruksi, pada tahun 1978, PT. INCO memulai produksi komersial. Saat ini, PT. INCO sudah diambil alih oleh perusahaan pertambangan nikel dari Brasil dan berganti nama menjadi PT Vale Indonesia.
Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang juga memiliki lokasi cebakan nikel yang luas adalah PT. Aneka Tambang Tbk (ANTAM). Lokasi tambang ANTAM terdapat di Pulau Sulawesi dan Halmahera. Selain menghasilkan bijih nikel, ANTAM juga melakukan pengolahan yang menghasilkan ferronikel, suatu paduan logam antara nikel dan besi.
BACA JUGA: Pabrik Nikel sulfat Terbesar di Dunia Mulai beroperasi di Halsel
Bahan Baku Baterai Mobil Listrik
Pada tahun 2013, berbagai negara termasuk Indonesia mulai membangun industri hydrometalurgi untuk mengolah nikel menjadi baterai untuk kebutuhan industri mobil listrik di masa depan.
Kontrak karya pertambangan nikel juga diterbitkan untuk PT Gag Nickel di Pulau Gag dan PT Weda Bay Nickel di Pulau Halmahera. Setelah perizinan kegiatan pertambangan menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan kabupaten, banyak diterbitkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di seluruh Indonesia yang memiliki potensi endapan nikel laterit.
Perkembangannya pada Tahun 2021
Pada tahun 2020, persediaan nikel dunia tercatat sekitar 94 miliar metrik ton dan Indonesia memiliki persentase tertinggi sebesar 22,4%. Bijih logam itu sendiri dibagi menjadi dua tipe, yaitu limonite dan saprolite.
Pada tahun 2021, Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mulai menggencarkan program hilirisasi industri untuk meningkatkan nilai tambah dari bijih nikel. Pemerintah Indonesia juga telah meluncurkan program pengembangan baterai untuk kebutuhan kendaraan listrik.
Pengenalan Industri Baterai Kendaraan Listrik
Presiden Jokowi telah mengapresiasi langkah-langkah menuju hilirisasi industri nikel di Indonesia. Beberapa proyek investasi, termasuk kolaborasi antara perusahaan Indonesia dan perusahaan Korea Selatan, telah diluncurkan untuk membangun pabrik baterai kendaraan listrik di Indonesia. Pabrik tersebut merupakan pabrik baterai kendaraan listrik pertama di Asia Tenggara.
Indonesia memiliki kekayaan sumber daya nikel yang sangat berharga dan menjadi salah satu negara penghasil logam terbesar di dunia. Dengan pertumbuhan industri mobil listrik, permintaan akan nikel semakin meningkat. Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen untuk meningkatkan nilai tambah dari bijih nikel melalui program hilirisasi dan pembangunan pabrik baterai. Perkembangan ini akan memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia dan posisi negara ini di pasar global.
Sumber: APNI
(Budis)