BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi meluncurkan program Nyaah Ka Indung (sayang kepada ibu), di Pendopo Kabupaten Cianjur pada Jumat (12/4/2025). Simak dalam artikel ini ulasan singkat mengenai kedudukan perempuan dalam mitologi Sunda.
Dalam mitologi Sunda, perempuan menempati posisi terhormat, bahkan strategis dalam membentuk nilai kemanusiaan dan spiritual.
Mengutip hasil penelitian berjudul ‘Mitologi Perempuan Sunda’ karya Agus Heryana dari Balai Pelestaran Sejarah Dan Nilai Tradisional (BPNST) Bandung, perempuan dalam dunia mitologi Sunda berada pada kedudukan yang terhormat.
“Kedudukan, harkat, dan martabatnya tidak berada di bawah kekuasaan laki-laki, bahkan dalam hal-hal tertentu menduduki tempat strategis dalam kerangka melahirkan seorang manusia yang berkualitas,” demikian Agus Heryana, seperti dilansir media.neliti.com.
Penelusuran atas mitologi Sunda yang berkaitan dengan keperempuanan mengarahkan pada pengungkapan tipikal sosok perempuan Sunda yang terdapat pada tokoh-tokoh mitologinya.
3 Tokoh Mitologis Perempuan Sunda
Penelitian terbaru mengungkap tiga tokoh mitos kunci, yakni Dayang Sumbi, Sunan Ambu, dan Sri Pohaci, yang menjadi simbol kekuatan feminin sekaligus acuan moral masyarakat Sunda.
Dayang Sumbi
Dayang Sumbi, dari legenda Sangkuriang, dipandang sebagai figur ibu yang bijak dan tegas, mampu mengarahkan kekuatan destruktif menjadi penciptaan (Gunung Tangkuban Parahu).
Sunan Ambu
Sementara Sunan Ambu, dewi tertinggi dalam kosmologi Sunda, diyakini sebagai “ibu alam semesta” yang melambangkan kasih sayang dan perlindungan.
Sri Pohaci
Adapun Sri Pohaci atau Dewi Padi merepresentasikan kesuburan dan kehidupan agraris, menjadi sumber penghidupan masyarakat.
Antropolog Universitas Padjadjaran (Unpad), Asep Rahmat, menjelaskan, Dayang Sumbi, Sunan Ambu, dan Sri Pohaci sejatinya bukan hanya mitos, melainkan kekuatan spiritual yang membentuk cara orang Sunda dalam bertindak dan berperilaku, terutama dalam menghormati perempuan.
Dari Mitos ke Praktik Sosial
Kedudukan perempuan Sunda dalam mitologi tidak sekadar narasi simbolis, tetapi tercermin dalam struktur sosial tradisional.
Masyarakat Sunda Kuno, misalnya, mengenal sistem “kasepuhan” (kearifan lokal) di mana perempuan berperan sebagai penjaga adat dan penyalur pengetahuan spiritual ke generasi berikutnya.
Data historis menunjukkan, dalam upacara Seren Taun (syukur panen), perempuan memimpin ritual persembahan kepada Sri Pohaci sebagai bentuk penghormatan pada alam.
Sementara dalam struktur keluarga, meski tidak matriarkal, keputusan penting seperti pernikahan dan pendidikan anak sering melibatkan suara perempuan sebagai “indung” (ibu) yang dianggap pemegang hikmah.
Mitologi ini menunjukkan bahwa perempuan ditempatkan sebagai pencipta peradaban. Saat ini, nilai-nilai ini diadaptasi dalam gerakan pemberdayaan perempuan Sunda.
BACA JUGA
Dedi Mulyadi: Kerja dengan Saya Capek, Pejabat Harus Mau Ditempatkan di Manapun!
Fetty Anggraenidini: Perempuan Harus Jadi Subjek Pembangunan, Bukan Sekadar Objek
Program Nyaah ka Indung
Program Nyaah ka Indung seperti telah dicanangkan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi, mengizinkan seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) di Jawa Barat bekerja dari rumah (WFH) guna merawat ibu kandung, ibu angkat, atau lansia di lingkungannya yang membutuhkan pendampingan.
“Di era digital, pekerjaan bisa dilakukan di mana saja, termasuk di rumah. ASN bisa fokus mengurus kebutuhan ibu, mulai dari kesehatan hingga keseharian, tanpa mengabaikan tugas,” tegas Dedi.
Kebijakan ini disertai koordinasi dengan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) untuk memastikan pengawasan dan produktivitas tetap terjaga.
Saat ini, tercatat 50.000 lansia di Jabar telah diangkat sebagai “ibu asuh” oleh ASN melalui program ini.
Dalam peluncuran program, Dedi menyerahkan bantuan tunai Rp45 juta kepada Salbiah (72), lansia asal Desa Maleber, Kecamatan Karangtengah, yang merawat adiknya yang sakit.
Ia juga memberikan dana pendidikan untuk seorang anak yatim piatu di Kelurahan Sawahgede, Cianjur, agar bisa melanjutkan sekolah ke pondok pesantren.
Program ini akan diperluas hingga tingkat desa, dengan meminta kepala desa se-Jabar turut mengadopsi lansia di wilayahnya.
“Kami ingin semua lapisan masyarakat merasakan keberpihakan negara, terutama kepada ibu yang telah berjasa,” tambah Dedi.
Kolaborasi dengan BKD dan dinas terkait akan terus dilakukan untuk memastikan program berjalan berkelanjutan.
Program “Nyaah Ka Indung” menjadi bagian dari komitmen Pemprov Jabar meningkatkan kesejahteraan lansia dan memperkuat nilai keluarga melalui kebijakan inklusif.
(Aak)