BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID – Di tengah meningkatnya popularitas makanan luar negeri di kalangan anak muda Indonesia, Direktur Penganekaragaman Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), Rinna Syawal, menyerukan pentingnya pelestarian pangan lokal Nusantara.
Dalam pertemuan dengan ratusan kelompok urban farming di Universitas Brawijaya, Malang, Rinna mengungkapkan bahwa kekayaan pangan lokal yang beragam mulai terpinggirkan oleh tren kuliner asing.
“Indonesia memiliki 77 jenis sumber karbohidrat, 85 sumber protein, dan 280 jenis sayuran yang tersebar di seluruh wilayah. Namun, jika generasi muda lebih tertarik pada makanan luar seperti Korea, Jepang, atau Thailand, maka kita kehilangan kesempatan untuk merawat dan mengembangkan kekayaan pangan kita sendiri,” ujarnya di Malang, melansir Antara, Sabtu (26/10/2024).
Rinna menyoroti, upaya mengenalkan kuliner lokal pada generasi muda menjadi tantangan besar di tengah derasnya arus budaya kuliner internasional.
“Mengubah pola pikir dari ketergantungan pada nasi menuju sumber karbohidrat lainnya memang tidak mudah, tetapi potensi ini sangat penting bagi ketahanan jangka panjang,” jelasnya.
Selain menghadapi tantangan selera generasi muda, Rinna juga mengingatkan tentang risiko hilangnya lahan hijau yang berpengaruh langsung pada keberlanjutan produksi pangan lokal.
“Jika kita tidak segera bertindak, mungkin 10-20 tahun ke depan, sumber pangan lokal ini bisa benar-benar hilang, bukan hanya dari lahan tetapi juga dari tradisi kita,” katanya.
Bapanas kini berupaya meningkatkan pemanfaatan pangan lokal sebagai alternatif sumber karbohidrat, salah satunya dengan menggencarkan penggunaan bahan baku lokal seperti Modified Cassava Flour (mocaf), sagu, dan sorgum di industri makanan.
BACA JUGA: Harga Pangan, Telur Ayam Ras Naik jadi Rp29.210 Per Kg
Rinna juga menyampaikan rencana untuk mendorong para pelaku usaha kuliner dan pariwisata agar mulai beralih ke bahan-bahan lokal, sehingga menciptakan siklus ekonomi yang mendukung produk pangan Nusantara.
“Kita perlu menjadikan makanan lokal sebagai bagian dari gaya hidup, termasuk di restoran, hotel, bahkan di destinasi wisata. Dengan begitu, kita tidak hanya mempertahankan kekayaan kuliner, tetapi juga mendukung ketahanan pangan Indonesia,” tambahnya.
Bapanas juga mengajak pemerintah daerah untuk turut mengedukasi masyarakat terkait pentingnya diversifikasi pangan.
“Ini bukan hanya soal makanan, tapi soal warisan budaya. Jika kita mampu mengenalkan pangan lokal pada generasi muda sebagai hal yang relevan dan modern, kita bisa menjamin bahwa kuliner Nusantara tetap hidup dan berkelanjutan di masa depan,” tutup Rinna.
Dengan menggalakkan pangan lokal, Bapanas berharap generasi muda dapat menghargai dan menjadikan makanan Nusantara sebagai pilihan utama, bukan hanya sekadar alternatif.
(Budis)