BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) mengungkapkan adanya potensi defisit pasokan gas bumi di wilayah Sumatera dan Jawa pada 2025 hingga 2035. Hal ini disebabkan oleh penurunan produksi gas dari lapangan existing dan minimnya penemuan cadangan gas baru.
Direktur Utama PGN Arief S. Handoko menyampaikan bahwa pada tahun 2035, defisit pasokan gas di kedua wilayah tersebut diperhitungkan dapat mencapai 513 juta kaki kubik standar per hari (MMSCFD).
“Di sini yang akan sedikit lebih mengkhawatirkan dimana sejak 2025 short dari gas balance kita dari 2025 sampai ke 2035 itu shortage-nya semakin membesar sampai minus 513 (MMSCFD),” ujar Arief dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi XII DPR RI, Jakarta, Senin (28/4).
Arief menyampaikan defisit ini disebabkan oleh penurunan alami (natural declining) produksi dari lapangan gas yang ada. Sementara itu, ia mengungkapkan penurunan ini belum diimbangi oleh penemuan cadangan ataupun produksi gas dari sumber baru.
Baca Juga:
Pemerintah Gagas Proyek Gas Alam Sintetis, Dorong Diversivikasi Pasokan Energi
Kejar Swasembada Energi, PGN Percepat Sejumlah Proyek Gas Bumi
Berdasarkan data PGN, kekurangan gas di wilayah Jawa hingga Sumatera ini akan terjadi mulai tahun 2025 dan akan terus berlangsung hingga 2035.
Penurunan produksi dan pasokan gas diprediksi mulai terjadi di Sumatera Selatan, Sumatera bagian tengah, Lampung, dan Jawa Barat pada akhir 2025. Untuk wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur, kekurangan gas akan mulai dirasakan pada 2027, sementara Sumatera Utara akan menyusul pada 2028.
Sementara itu, jumlah kekurangan gas akan terus mengalami penignkatan tiap tahunnya. Defisit gas pada tahun 2025 mencapai 177 MMSCFD, kemudian meningkat pada 2026 mencapai 239 MMSCFD, 2027 mencapai 369 MMSCFD, 2028 mencapai 390 MMSCFD, 2029 mencapai 259 MMSCFD.
Untuk 2030 defisit gas mencapai 349 MMSCFD, 2031 mencapai 465 MMSCFD, 2032 mencapai 516 MMSCFD, 2033 mencapai 524 MMSCFD, 2034 mencapai 534 MMSCFD, hingga pada 2035 defisit gas akan mencapai 513 MMSCFD.
Untuk mengantisipasi kekurangan ini, pemerintah mempertimbangkan opsi pasokan alternatif, salah satunya dengan memanfaatkan gas hasil regasifikasi LNG domestik. Namun, Arief mengakui bahwa strategi ini juga menghadapi tantangan, terutama dari sisi harga dan infrastruktur distribusi yang masih terbatas.
(Raidi/ )